@charlesforet: #duo avec @🐚BANSIMBA LUBENI GALAWA 🐚

Team Charles
Team Charles
Open In TikTok:
Region: DE
Monday 14 October 2024 10:56:48 GMT
814
61
28
25

Music

Download

Comments

226diva
Ladiva🇧🇫🤍🪽 :
❤️❤️❤️❤️on n’es fiers de lui💪
2024-10-14 11:41:43
2
lemondemeilleur
forêt :
trop fort ce message, les Burkinabé doivent être fiers du Capitaine Ibrahim Traoré..
2024-10-14 11:25:29
2
rmz3011
Les coulées de Roi 👑 Suprême :
Respect 🙏
2024-10-14 18:56:19
1
emiliachoco2
Emiliachoco :
longue vie à lui
2024-10-14 14:17:39
1
charlesforet
Team Charles :
Pas les Prophètes de Riribababa😂😂
2024-10-14 11:48:20
1
charlesforet
Team Charles :
C'est un président Jeune et très Intelligent, je l'aime parceque je me retrouve en lui , même si c'est mon petit frère😁 .
2024-10-14 11:29:13
1
To see more videos from user @charlesforet, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Pada 20 Maret 2024, tragedi besar menimpa ratusan pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Barat setelah kapal mereka karam, menewaskan lebih dari setengah dari 149 penumpangnya. Ironisnya, insiden ini tidak hanya diabaikan oleh sebagian masyarakat, tetapi juga menjadi sasaran kebencian yang tersebar luas di media sosial. Sebuah analisis mendalam mengungkap perubahan drastis dalam sikap publik terhadap pengungsi Rohingya. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, kampanye disinformasi yang terorganisir di berbagai platform media sosial, termasuk Facebook, Twitter, dan Instagram, berhasil membalikkan simpati menjadi kebencian. TikTok menjadi sumber utama penyebaran narasi negatif ini, dengan lebih dari 3.700 video yang diunggah, mencapai miliaran tampilan dan menghasilkan interaksi yang luar biasa. Konten-konten ini sering kali dihasilkan oleh micro dan macro influencer yang secara aktif memproduksi dan menyebarkan kebencian terhadap Rohingya. Anomali dalam data engagement dan komentar menunjukkan bahwa banyak dari aktivitas ini kemungkinan besar tidak organik, melainkan didorong oleh bot atau kampanye yang sangat terorganisir. Penggunaan media sosial yang masif dalam penyebaran kebencian ini tidak hanya berhenti di ranah digital tetapi juga berimbas pada tindakan nyata di lapangan, seperti pengusiran pengungsi Rohingya dari tempat penampungan mereka di Aceh. Penyelidikan lebih lanjut mengindikasikan bahwa isu Rohingya ini mungkin dimanfaatkan sebagai komoditas politik dalam kontestasi Pilpres 2024, di mana retorika anti-pengungsi menjadi alat untuk meraih dukungan publik. Akibatnya, narasi kebencian ini terus menguat, membahayakan kohesi sosial dan memicu ketegangan yang dapat berujung pada tindakan kekerasan di dunia nyata.
Pada 20 Maret 2024, tragedi besar menimpa ratusan pengungsi Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Barat setelah kapal mereka karam, menewaskan lebih dari setengah dari 149 penumpangnya. Ironisnya, insiden ini tidak hanya diabaikan oleh sebagian masyarakat, tetapi juga menjadi sasaran kebencian yang tersebar luas di media sosial. Sebuah analisis mendalam mengungkap perubahan drastis dalam sikap publik terhadap pengungsi Rohingya. Dalam waktu kurang dari tiga bulan, kampanye disinformasi yang terorganisir di berbagai platform media sosial, termasuk Facebook, Twitter, dan Instagram, berhasil membalikkan simpati menjadi kebencian. TikTok menjadi sumber utama penyebaran narasi negatif ini, dengan lebih dari 3.700 video yang diunggah, mencapai miliaran tampilan dan menghasilkan interaksi yang luar biasa. Konten-konten ini sering kali dihasilkan oleh micro dan macro influencer yang secara aktif memproduksi dan menyebarkan kebencian terhadap Rohingya. Anomali dalam data engagement dan komentar menunjukkan bahwa banyak dari aktivitas ini kemungkinan besar tidak organik, melainkan didorong oleh bot atau kampanye yang sangat terorganisir. Penggunaan media sosial yang masif dalam penyebaran kebencian ini tidak hanya berhenti di ranah digital tetapi juga berimbas pada tindakan nyata di lapangan, seperti pengusiran pengungsi Rohingya dari tempat penampungan mereka di Aceh. Penyelidikan lebih lanjut mengindikasikan bahwa isu Rohingya ini mungkin dimanfaatkan sebagai komoditas politik dalam kontestasi Pilpres 2024, di mana retorika anti-pengungsi menjadi alat untuk meraih dukungan publik. Akibatnya, narasi kebencian ini terus menguat, membahayakan kohesi sosial dan memicu ketegangan yang dapat berujung pada tindakan kekerasan di dunia nyata.

About