@xenos_ftbl: Collab with @🕷️ #ronaldo #cristianoronaldo #football #viral #edit #vsmb #xenos_ftbl

𝚡𝚎𝚗𝚘𝚜
𝚡𝚎𝚗𝚘𝚜
Open In TikTok:
Region: FR
Monday 11 November 2024 17:30:21 GMT
58511
6784
39
355

Music

Download

Comments

l.silvaszz7
Biiah e linda i top🫦 :
meuu homem dos sonhos🫦🫦🫦
2024-11-12 00:39:41
8
dudacafetinha7
duda banana :
hi, i love Cristiano Ronaldo.
2025-02-09 00:11:44
0
7lorisi
7lorisi :
Why jota likes zl style?!?
2024-11-11 17:35:34
6
mgr_bloodstrike
爪Ꮆ尺 Bloodstrike :
Song name:Hier Encore intro x wack jumper instrumental,You can just search hier encore for original
2024-11-18 19:41:45
2
rianaanas17
7 :
because because because
2025-02-01 10:35:42
2
mar.edits_7
MRA7 :
“Bro what do u do for living” watching xenos tiktoks.
2024-12-22 08:57:15
2
7centzz
7cenzz :
W
2024-11-11 17:32:23
0
s_sh._
🗽 :
настраиваю реки
2024-12-22 20:21:54
0
bouthainah_555
🎱 :
my man 💋🤌🏻
2024-12-24 22:23:24
0
zeyxab
Zeyx ★ :
How nice to see your edits
2024-11-11 17:51:49
0
liezeditz
liez 💨 :
oh..
2024-11-20 15:25:22
0
jznwq
junin :
two goats
2024-11-12 14:48:51
0
.araujolp
aɾaˈuʃo 🎀 :
af 🫦
2024-11-11 21:24:54
0
fwliciathegoat
ale the creator :
because, because, because
2024-11-12 04:23:48
4
jzqvxn
hoang :
amazing
2024-11-11 21:21:03
0
r0hxeditz
r0hxeditz :
Amazinnn
2024-11-11 21:13:16
0
jvxeditx
jvx_editx :
2 legendsssssssss🗣️
2024-11-11 19:25:01
0
_alves.777_
mattos__b :
Because Because
2024-11-11 21:51:43
2
07___snz
𝕵𝖚𝖆𝖓 𝕾𝖆𝖓𝖈𝖍𝖊𝖟 :
@Jz 👑
2024-11-21 01:26:54
0
kam_d16
Kam_d16 :
🥰🥰🥰
2024-11-16 04:12:02
0
lanahzx_
Lana :
😍😍😍
2024-11-16 01:39:01
0
mia47luciana
@Miaa :
😂😂😂
2024-11-15 18:14:34
0
notoratilwe
Ora.xottic :
😁😁😁
2024-11-15 12:31:59
0
liezcris.ccp
liez :
😁😁😁
2024-11-14 10:19:18
0
To see more videos from user @xenos_ftbl, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

POV BONUS CHAPTER: Hujan turun deras sejak sore. Bukan gerimis manja yang bisa kamu abaikan, tapi hujan yang seolah tahu kapan harus jatuh—tepat saat kamu memilih jalan sendiri hari itu. Langit gelap seperti ikut menahan sesuatu, dan ketika akhirnya pecah, rasanya seperti kamu: penuh dan sesak, lalu tumpah tanpa bisa ditahan. Setelah beberapa minggu hubungan kalian terasa stabil, kamu justru merasa ada sesuatu yang nggak kamu bisa jelasin. Bukan karena Jake berubah—dia tetap perhatian, tetap hadir, tetap jadi versi dirinya yang kamu suka. Tapi justru karena itulah kamu mulai takut. Takut ini semua cuma sementara. Takut semuanya manis karena belum diuji. Takut kamu yang terlalu berharap, terlalu nyaman, terlalu cepat ngerasa aman. Di bawah atap halte yang sempit di seberang kampus, kamu berdiri sendiri, memeluk dirimu sendiri. Jaketmu nggak cukup hangat, dan angin dingin dari hujan bikin tubuhmu menggigil. Kaca halte dipenuhi tetesan air, tapi di balik pantulan samar, kamu melihat bayangan seseorang—kamu sendiri—yang berusaha kelihatan kuat. Padahal kenyataannya, kamu rapuh banget sore itu. Ponselmu bergetar. Jake: “Kamu di mana?” Kamu nggak jawab. Entah kenapa, kamu merasa kalau kamu jawab, semua perasaan ini bakal tumpah, dan kamu nggak siap. Jake: “Hujan. Kamu bawa payung nggak?” Kamu masih diam. Jemarimu hanya menggenggam ponsel erat-erat, tapi jempolmu nggak bergerak. Sebenarnya kamu pengin banget bilang, “Aku cuma lagi pengin sendiri. Tapi aku juga pengin kamu datang.” Tapi kata-kata itu nggak pernah kamu ketik, apalagi kirim. Mereka cuma mengendap di dadamu, seperti ribuan kalimat yang nggak pernah sempat diucap. Dan justru saat kamu berpikir kamu sendiri, dia muncul. Dari seberang jalan, dengan hoodie abu-abu dan payung hitam, Jake berlari menembus hujan. Napasnya berat, kakinya sedikit terpeleset saat nyebrang, tapi matanya langsung menemukan kamu. Dia nggak sempat pakai helm atau jaket tebal, dan jelas-jelas setengah bajunya basah kena hujan. Tapi dia tetap datang. Kamu terpaku. Antara pengin marah karena dia nekat datang di tengah hujan deras, dan pengin nangis karena… dia datang. Dia nggak ninggalin kamu sendiri. Dia nggak cuma nanya lewat pesan—dia datang nyusulmu. Dan itu lebih berarti dari apa pun. Dia berhenti di depanmu, ngos-ngosan, napasnya memburu. “Payungmu mana?” tanyanya, agak keras karena suara hujan. Kamu geleng pelan. “Lupa,” jawabmu singkat. Jake mendekat, buka payungnya dan narik kamu pelan ke bawahnya. Kalian jadi berdiri berdempetan di bawah satu payung kecil. Dan saat itu, kamu bisa mencium aroma familiar dari tubuhnya—aroma hujan, parfum, sedikit deterjen, dan sesuatu yang selalu bikin kamu tenang: kehadirannya. “Kenapa nggak jawab chat?” tanyanya lagi, kali ini lebih pelan, lebih tenang. Bukan nada menuntut, tapi nada seseorang yang benar-benar peduli. Kamu nggak langsung jawab. Kamu cuma nunduk, ngerasain hujan netes dari rambutmu ke dagu, sementara dadamu ribut luar biasa. “Aku cuma… takut,” gumammu akhirnya. Suaramu nyaris kalah sama suara hujan, tapi Jake mendengarnya. “Takut semuanya rusak lagi. Takut kalau ternyata kamu bosen, atau aku terlalu nempel, atau kita cuma numpang lewat.” Jake menatapmu lama. Matanya, mata yang dulu kamu kenal dingin, sekarang terasa hangat banget. Tangannya naik pelan, menyentuh pipimu yang basah, entah karena hujan atau air mata. “Aku ngerti rasa takut itu,” katanya lembut. “Aku juga pernah takut kamu ninggalin. Tapi bedanya, aku milih buat bilang. Karena kalau kita diem-dieman terus, kita nggak akan pernah tahu yang sebenarnya.” Kamu diam. Hujan masih turun, tapi rasanya semua suara di sekeliling mendadak hilang. Yang kamu denger cuma detak jantungmu sendiri dan suara Jake. lanjutan di komen 🤗 #jake #enhypen #pov #povau
POV BONUS CHAPTER: Hujan turun deras sejak sore. Bukan gerimis manja yang bisa kamu abaikan, tapi hujan yang seolah tahu kapan harus jatuh—tepat saat kamu memilih jalan sendiri hari itu. Langit gelap seperti ikut menahan sesuatu, dan ketika akhirnya pecah, rasanya seperti kamu: penuh dan sesak, lalu tumpah tanpa bisa ditahan. Setelah beberapa minggu hubungan kalian terasa stabil, kamu justru merasa ada sesuatu yang nggak kamu bisa jelasin. Bukan karena Jake berubah—dia tetap perhatian, tetap hadir, tetap jadi versi dirinya yang kamu suka. Tapi justru karena itulah kamu mulai takut. Takut ini semua cuma sementara. Takut semuanya manis karena belum diuji. Takut kamu yang terlalu berharap, terlalu nyaman, terlalu cepat ngerasa aman. Di bawah atap halte yang sempit di seberang kampus, kamu berdiri sendiri, memeluk dirimu sendiri. Jaketmu nggak cukup hangat, dan angin dingin dari hujan bikin tubuhmu menggigil. Kaca halte dipenuhi tetesan air, tapi di balik pantulan samar, kamu melihat bayangan seseorang—kamu sendiri—yang berusaha kelihatan kuat. Padahal kenyataannya, kamu rapuh banget sore itu. Ponselmu bergetar. Jake: “Kamu di mana?” Kamu nggak jawab. Entah kenapa, kamu merasa kalau kamu jawab, semua perasaan ini bakal tumpah, dan kamu nggak siap. Jake: “Hujan. Kamu bawa payung nggak?” Kamu masih diam. Jemarimu hanya menggenggam ponsel erat-erat, tapi jempolmu nggak bergerak. Sebenarnya kamu pengin banget bilang, “Aku cuma lagi pengin sendiri. Tapi aku juga pengin kamu datang.” Tapi kata-kata itu nggak pernah kamu ketik, apalagi kirim. Mereka cuma mengendap di dadamu, seperti ribuan kalimat yang nggak pernah sempat diucap. Dan justru saat kamu berpikir kamu sendiri, dia muncul. Dari seberang jalan, dengan hoodie abu-abu dan payung hitam, Jake berlari menembus hujan. Napasnya berat, kakinya sedikit terpeleset saat nyebrang, tapi matanya langsung menemukan kamu. Dia nggak sempat pakai helm atau jaket tebal, dan jelas-jelas setengah bajunya basah kena hujan. Tapi dia tetap datang. Kamu terpaku. Antara pengin marah karena dia nekat datang di tengah hujan deras, dan pengin nangis karena… dia datang. Dia nggak ninggalin kamu sendiri. Dia nggak cuma nanya lewat pesan—dia datang nyusulmu. Dan itu lebih berarti dari apa pun. Dia berhenti di depanmu, ngos-ngosan, napasnya memburu. “Payungmu mana?” tanyanya, agak keras karena suara hujan. Kamu geleng pelan. “Lupa,” jawabmu singkat. Jake mendekat, buka payungnya dan narik kamu pelan ke bawahnya. Kalian jadi berdiri berdempetan di bawah satu payung kecil. Dan saat itu, kamu bisa mencium aroma familiar dari tubuhnya—aroma hujan, parfum, sedikit deterjen, dan sesuatu yang selalu bikin kamu tenang: kehadirannya. “Kenapa nggak jawab chat?” tanyanya lagi, kali ini lebih pelan, lebih tenang. Bukan nada menuntut, tapi nada seseorang yang benar-benar peduli. Kamu nggak langsung jawab. Kamu cuma nunduk, ngerasain hujan netes dari rambutmu ke dagu, sementara dadamu ribut luar biasa. “Aku cuma… takut,” gumammu akhirnya. Suaramu nyaris kalah sama suara hujan, tapi Jake mendengarnya. “Takut semuanya rusak lagi. Takut kalau ternyata kamu bosen, atau aku terlalu nempel, atau kita cuma numpang lewat.” Jake menatapmu lama. Matanya, mata yang dulu kamu kenal dingin, sekarang terasa hangat banget. Tangannya naik pelan, menyentuh pipimu yang basah, entah karena hujan atau air mata. “Aku ngerti rasa takut itu,” katanya lembut. “Aku juga pernah takut kamu ninggalin. Tapi bedanya, aku milih buat bilang. Karena kalau kita diem-dieman terus, kita nggak akan pernah tahu yang sebenarnya.” Kamu diam. Hujan masih turun, tapi rasanya semua suara di sekeliling mendadak hilang. Yang kamu denger cuma detak jantungmu sendiri dan suara Jake. lanjutan di komen 🤗 #jake #enhypen #pov #povau

About