@11553344d.g: بشوفوني على قدايدكو#اللي_مني_مجضاضني #محمود_الليثي #عصام_صاصا #حالات_واتس #ستوريات #مصمم_فيديوهات🎬🎶 #fypシ゚viral #foryoupage

🎙️🎧メᵐᵘˢᶤᶜメ🎧🎙️
🎙️🎧メᵐᵘˢᶤᶜメ🎧🎙️
Open In TikTok:
Region: EG
Tuesday 03 December 2024 19:58:15 GMT
46117
1194
3
127

Music

Download

Comments

adhamahmed19111
⚖️🐊 :
❤️
2024-12-05 13:36:56
0
user4343246861362
user4343246861362 :
♥️♥️♥️
2024-12-04 07:33:22
0
karim.sadak
Karim Sadak :
🥰🥰🥰
2024-12-04 02:01:37
0
To see more videos from user @11553344d.g, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Ketika mendengar pengajian guru kita bersama yang bercerita mengenai guru beliau (Kh. Ahmad Ruyani) Ada sebuah pernyataan yang menarik perhatian: bahwa adzan, yang merupakan perkara untuk sholat, tidak dianjurkan bagi perempuan karena tujuannya adalah menjaga agar suara perempuan tidak terdengar oleh orang banyak, maksudnya laki-laki. Hal ini membuat kami teringat pada fenomena baru yang terjadi akhir-akhir ini di Banjar atau Martapura dan sekitarnya, di mana perempuan sering kali melakukan siaran langsung di platform seperti TikTok, membaca qasidah, syair, atau bahkan ayat-ayat Al-Qur’an, yang sebagian besar penontonnya adalah laki-laki. Mereka sering menerima permintaan (request) dari para penonton laki-laki untuk melantunkan qasidah tertentu. Kami pun berdiskusi dengan beberapa Asatidz dan guru yang banyak bergelut di bidang fikih, dan dari diskusi itu terdapat beberapa poin penting yang perlu kita pahami: 	1.	Apakah suara perempuan adalah aurat? Dalam madzhab Syafi’i, suara perempuan bukanlah aurat.  Dan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa perempuan diizinkan untuk berbicara kepada laki-laki dalam hal-hal yang dibenarkan, sebagaimana dalam Al-Qur’an: 	“Dan jika kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53) Ayat ini menunjukkan bahwa percakapan antara laki-laki dan perempuan diperbolehkan selama ada batasan adab yang dijaga. 	2.	Walaupun suara perempuan bukan aurat, ada batasan yang harus dijaga. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan agar perempuan tidak mendayu-dayukan suara mereka saat berbicara, karena hal itu dapat memunculkan fitnah: 	“Maka janganlah kalian tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32) Para ulama menafsirkan ayat ini sebagai larangan bagi perempuan untuk berbicara atau melantunkan sesuatu dengan cara yang dapat memancing hasrat atau fitnah dari lawan jenis. 	3.	Apakah perempuan diperbolehkan membaca qasidah di depan atau terdengar laki-laki? Dalam masalah ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkan selama tidak ada unsur fitnah atau mendayu-dayu dalam penyampaiannya. Di Banjar atau Marapura, para ulama terdahulu kita cenderung mengambil pendapat yang membolehkan perempuan membaca qasidah atau maulidan di langgar atau majelis, meskipun terdengar oleh laki-laki. 	4.	Tetapi Fenomena baru seperti live TikTok perlu disikapi hati-hati. Fenomena ini berbeda karena sifatnya yang sengaja dan di publish sendiri untuk menampilkan suara yang mengarah kepada mendayu-dayu, dan menerima permintaan dari laki-laki untuk melantunkan sesuatu. Hal ini menimbulkan fitnah yang lebih besar dengan manfaat yang minim.  Berbeda dengan platform Yt yang berupa live atau mengupload kembali potongan qosidah, karena biasanya qosidah dibawakan saat atau sesudah majelis yang khidmat berlangsung, baik di upload oleh channel pribadi atau media yang meliput, dan tidak ada intaraksi personal dengan penonton saat acara berlangsung Jadi kesimpulannya bahwa perilaku Live di platform TikTok dengan membaca qasidah dan sejenisnya oleh para munsyidah ini perlu dihindari karena: 	•	Fitnahnya lebih besar dibanding manfaat yang mereka dapat saat live dilakukan 	•	Dikhawatirkan akan menjadi adat atau kebiasaan yang dianggap biasa dan kedepannya akan mengarah atau melahirkan kepada inovasi-inovasi yang lebih berani lagi bagi para munsyidah kita Dengan kerendahan hati, kami menghimbau kepada para munsyidah, atau yang membaca tulisan ini agar menyampaikan kepada mereka, terkhusus yang berada di bumi Banjar, Martapura dan sekitarnya, untuk mempertimbangkan fenomena ini dengan bijak. Menjaga marwah perempuan dan qasidah-qasidah sakral kita, ini adalah tugas bersama agar amaliah yang di lakukan para ulama kita terdahulu ini tetap terjaga sebagaimana dulu kita diajarakan. lanjut dikomen
Ketika mendengar pengajian guru kita bersama yang bercerita mengenai guru beliau (Kh. Ahmad Ruyani) Ada sebuah pernyataan yang menarik perhatian: bahwa adzan, yang merupakan perkara untuk sholat, tidak dianjurkan bagi perempuan karena tujuannya adalah menjaga agar suara perempuan tidak terdengar oleh orang banyak, maksudnya laki-laki. Hal ini membuat kami teringat pada fenomena baru yang terjadi akhir-akhir ini di Banjar atau Martapura dan sekitarnya, di mana perempuan sering kali melakukan siaran langsung di platform seperti TikTok, membaca qasidah, syair, atau bahkan ayat-ayat Al-Qur’an, yang sebagian besar penontonnya adalah laki-laki. Mereka sering menerima permintaan (request) dari para penonton laki-laki untuk melantunkan qasidah tertentu. Kami pun berdiskusi dengan beberapa Asatidz dan guru yang banyak bergelut di bidang fikih, dan dari diskusi itu terdapat beberapa poin penting yang perlu kita pahami: 1. Apakah suara perempuan adalah aurat? Dalam madzhab Syafi’i, suara perempuan bukanlah aurat. Dan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa perempuan diizinkan untuk berbicara kepada laki-laki dalam hal-hal yang dibenarkan, sebagaimana dalam Al-Qur’an: “Dan jika kalian meminta sesuatu kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53) Ayat ini menunjukkan bahwa percakapan antara laki-laki dan perempuan diperbolehkan selama ada batasan adab yang dijaga. 2. Walaupun suara perempuan bukan aurat, ada batasan yang harus dijaga. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan agar perempuan tidak mendayu-dayukan suara mereka saat berbicara, karena hal itu dapat memunculkan fitnah: “Maka janganlah kalian tunduk (melemah-lembutkan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32) Para ulama menafsirkan ayat ini sebagai larangan bagi perempuan untuk berbicara atau melantunkan sesuatu dengan cara yang dapat memancing hasrat atau fitnah dari lawan jenis. 3. Apakah perempuan diperbolehkan membaca qasidah di depan atau terdengar laki-laki? Dalam masalah ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkan selama tidak ada unsur fitnah atau mendayu-dayu dalam penyampaiannya. Di Banjar atau Marapura, para ulama terdahulu kita cenderung mengambil pendapat yang membolehkan perempuan membaca qasidah atau maulidan di langgar atau majelis, meskipun terdengar oleh laki-laki. 4. Tetapi Fenomena baru seperti live TikTok perlu disikapi hati-hati. Fenomena ini berbeda karena sifatnya yang sengaja dan di publish sendiri untuk menampilkan suara yang mengarah kepada mendayu-dayu, dan menerima permintaan dari laki-laki untuk melantunkan sesuatu. Hal ini menimbulkan fitnah yang lebih besar dengan manfaat yang minim. Berbeda dengan platform Yt yang berupa live atau mengupload kembali potongan qosidah, karena biasanya qosidah dibawakan saat atau sesudah majelis yang khidmat berlangsung, baik di upload oleh channel pribadi atau media yang meliput, dan tidak ada intaraksi personal dengan penonton saat acara berlangsung Jadi kesimpulannya bahwa perilaku Live di platform TikTok dengan membaca qasidah dan sejenisnya oleh para munsyidah ini perlu dihindari karena: • Fitnahnya lebih besar dibanding manfaat yang mereka dapat saat live dilakukan • Dikhawatirkan akan menjadi adat atau kebiasaan yang dianggap biasa dan kedepannya akan mengarah atau melahirkan kepada inovasi-inovasi yang lebih berani lagi bagi para munsyidah kita Dengan kerendahan hati, kami menghimbau kepada para munsyidah, atau yang membaca tulisan ini agar menyampaikan kepada mereka, terkhusus yang berada di bumi Banjar, Martapura dan sekitarnya, untuk mempertimbangkan fenomena ini dengan bijak. Menjaga marwah perempuan dan qasidah-qasidah sakral kita, ini adalah tugas bersama agar amaliah yang di lakukan para ulama kita terdahulu ini tetap terjaga sebagaimana dulu kita diajarakan. lanjut dikomen

About