@belval_ogm_president: #belvalogm #xenderplug #abouboubest🔥🔥🔥🔥💯 #gee🍁lady🔥🍁 #zee🖤mafia🏴 #power05 #chinovibe

Belval_Ogm_zee🖤mafia🏴‍☠️
Belval_Ogm_zee🖤mafia🏴‍☠️
Open In TikTok:
Region: HT
Monday 06 January 2025 01:06:03 GMT
5456
820
42
6

Music

Download

Comments

dawens_0.5
Dawens💀🔥💸 :
Gadon vibe😂🔥🔥🔥
2025-01-06 14:34:58
1
djnogmixofficiel
!¡🌟𝗗𝗝 𝗡𝗢_𝗚 𝗠𝗜𝗫🌟!¡ :
fon pase sou paj mw Ann brh svp 🔥🔥🔥😎😎
2025-01-06 01:46:12
5
_oldey
O⭐️ :
Langet😂🔥
2025-01-06 01:41:42
3
savage_cuep
Savage_cuep🀄️ :
Ou gen longtemps ou pa banm yon ti vibe konsa 🤫🤫🔥🔥🔥🔥✌️
2025-01-06 02:27:51
2
abiie_xr
💤+509🇭🇹😍! :
nkrazem m fremii lan vibezz sa💀🔥✨💤
2025-01-09 12:53:06
1
kenlor06
kenlor 💟 dex :
Lan get🤔sa move
2025-04-12 02:43:07
1
To see more videos from user @belval_ogm_president, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Di tanah yang katanya subur makmur loh jinawi, seorang rakyat kecil bernama Ali Suhardi (47) dari Desa Mak Tanggok, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, sedang menjalani sebuah petualangan medis yang bahkan Tolkien pun tak sanggup menulisnya. Ini bukan kisah dongeng. Ini bukan sinetron azab. Ini adalah kisah nyata, kisah darah dan air mata, kisah rakyat miskin yang mencoba mencari kesembuhan… tapi malah ditendang ke sana-sini oleh sistem yang katanya
Di tanah yang katanya subur makmur loh jinawi, seorang rakyat kecil bernama Ali Suhardi (47) dari Desa Mak Tanggok, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, sedang menjalani sebuah petualangan medis yang bahkan Tolkien pun tak sanggup menulisnya. Ini bukan kisah dongeng. Ini bukan sinetron azab. Ini adalah kisah nyata, kisah darah dan air mata, kisah rakyat miskin yang mencoba mencari kesembuhan… tapi malah ditendang ke sana-sini oleh sistem yang katanya "peduli." Ali, yang punya saraf terjepit, dan setelah ini, mungkin juga jiwa yang ikut terjepit, memulai langkahnya dengan penuh harap. Ia tidak meminta disambut karpet merah. Tidak menuntut AC di ruang tunggu atau perawat yang wangi lavender. Ia cuma ingin sembuh. Itu saja. Tapi harapan itu remuk saat ia masuk ke dalam labirin yang disebut, Rujukan Sistem Neraka (RSN). Dari RSUD Pemangkat, ia dilempar ke RSUD Abdul Aziz Singkawang. Lalu dilempar lagi ke Rumah Sakit Kartika Husada di Kubu Raya. Sudah seperti batu dalam permainan Congklak. Tapi ini bukan main-main, ini hidup orang. Tiba di RS Kartika Husada dengan surat rujukan yang ditandatangani, dicap, dan mungkin sudah disiram air zamzam, Ali malah disambut kalimat sakti: “Maaf Pak, antrean penuh. Silakan kembali lima hari lagi.” Lima hari. Padahal jarak dari rumah ke rumah sakit itu 7 jam perjalanan darat. Ini bukan jalan santai sore. Ini ekspedisi ala Indiana Jones. Dengan saraf kejepit dan anak-istri yang ikut. Uang bensin? Entahlah, mungkin harapan bisa dijadikan bahan bakar mobil. Kalau bisa, rakyat miskin sudah menciptakan energi terbarukan dari penderitaan. Lima hari kemudian, dengan semangat sisa dan punggung berderit macam pintu tua, Ali kembali. Tapi apa yang ia dapat? Bukannya pengobatan, ia malah dilempar balik ke RS Abdul Aziz Singkawang hanya untuk... Surat Bius. Iya, bius! Karena MRI membutuhkan posisi tidur 45 menit, dan Ali hanya mampu rebahan lima menit sebelum tubuhnya berteriak seperti film horor. Bius, katanya. Tapi surat bius, harus dari rumah sakit asal. Rumah sakit asal, bilang, “Kami tidak bisa keluarkan, Pak. Silakan pindah ke RS lain. Tapi non-BPJS ya.” Apa?! Sudah ikut sistem, disuruh keluar dari sistem? Ini seperti disuruh main game, lalu di tengah permainan, wasit bilang, “Maaf, joystick-nya nggak boleh dipakai. Pindah game lain, tapi harus beli token sendiri.” Ita Rosita, istri Ali, juga mulai kehilangan kesabaran. Dengan wajah lelah, ia bertanya, “Kalau butuh surat tambahan, kenapa tidak diberi tahu dari awal? Kami ini bukan peri-peri yang bisa terbang ke rumah sakit dalam lima menit. Ini perjalanan panjang, mahal, dan menyakitkan.” Tapi sistem tidak menjawab. Sistem hanya bergeming, diam seperti tembok birokrasi yang sudah dilapisi cat anti-empati. Bayangkan! Di negeri yang katanya gotong royong, pasien malah digotong bolak-balik. BPJS singkatan yang makin hari makin mirip, "Bola Pingpong Jalan Sakit." Pemeriksaan tidak jadi. Obat tak diberi. Yang ada hanya fotokopi, cap, tanda tangan, dan ekspresi "maaf prosedurnya begitu, Pak." Kalau prosedur bisa menyembuhkan, mungkin rakyat sudah sehat semua. Lucunya, belum ada yang muncul untuk bertanggung jawab. Rumah sakit masih “mengonfirmasi.” BPJS masih “mengumpulkan data.” Sementara Ali dan ribuan orang lain mungkin sedang duduk di warung, memegang punggung yang nyeri dan dompet yang kosong. Negara katanya hadir. Tapi yang hadir cuma antrean dan ketidakpastian. Kalau ini bukan pengabaian sistematis, apa namanya? Saya menulis ini bukan untuk drama. Karena drama bisa selesai dalam satu episode. Tapi bagi rakyat seperti Ali, dramanya tayang setiap hari. Tanpa jeda iklan. Tanpa akhir bahagia. #camanewak Rosadi Jamani Ketua Satupena Kalbar

About