Charel N :
Awalnya, Jepang dan Eropa sepakat untuk beralih ke mobil listrik, terutama karena meningkatnya popularitas Tesla. Beberapa tahun lalu, valuasi Tesla melonjak drastis seiring harga sahamnya yang meroket—siapa yang tidak tergiur?
Namun, ternyata Tiongkok berkembang jauh lebih cepat di industri ini. Investasi mereka dalam riset dan pengembangan benar-benar serius, menghasilkan inovasi yang bahkan melampaui pencapaian Jepang dan Eropa. Amerika Serikat pun mulai kewalahan mengejar langkah China, terutama dari sisi penetrasi pasar. Apalagi, mobil-mobil listrik buatan China dijual dengan harga yang jauh lebih terjangkau—sesuatu yang enggan dilakukan oleh Jepang, Eropa, maupun AS.
Karena ketidakmampuan mengejar apa yang China telah capai, muncul lah narasi baru: mobil listrik dianggap lebih boros dan merusak lingkungan. Berbagai isu negatif mulai diangkat, seperti limbah baterai yang berbahaya, sumber energi listrik yang masih bergantung pada batu bara (padahal dunia tengah mencari energi alternatif yang lebih bersih), hingga kerusakan lingkungan akibat pertambangan nikel di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Alih-alih bersaing langsung dengan Tiongkok, Jepang akhirnya memilih fokus ke teknologi hybrid atau bahkan hidrogen—padahal infrastruktur dan ekosistemnya belum merata secara global.
2025-06-29 02:24:40