Octha.ID :
Coment ini doangan yang pas .. " aku ngikutin kasus ini dari awal, dan makin banyak opini muncul. Jadi aku pengen kasih pendapat pribadi sebagai orang yang peduli sama keselamatan di alam bebas.
Julian, turis asal Brasil, memang ikut pendakian dengan guide resmi, tapi perlu digarisbawahi: itu bukan guide privat. Artinya, si guide harus membagi perhatian ke beberapa peserta. Waktu Julian berhenti sebentar buat istirahat, guide-nya pergi bantu peserta lain. Dan saat balik lagi, Julian ternyata udah jatuh 200 meter. Tragisnya, waktu dia masih hidup, dia sudah diperingatkan untuk jangan bergerak, tapi dia tetap bergerak dan akhirnya jatuh lagi ke kedalaman 600 meter.Banyak orang yang kemudian menyalahkan petugas SAR karena dianggap lambat. Tapi menurutku, banyak yang nggak tau kondisi lapangan yang sebenarnya. Gunung Rinjani itu bukan tempat biasa — itu gunung tinggi dengan medan terjal, berbatu, curam, dan cuaca yang bisa berubah drastis. Saat kejadian, kondisi dilaporkan berkabut tebal, jadi pakai helikopter sangat berisiko, bahkan bisa membahayakan seluruh tim penyelamat.Banyak yang bilang “kenapa gak langsung angkat pakai helikopter?” Tapi orang yang pernah naik gunung pasti paham: kalau kabut tebal + medan curam, helikopter justru bisa bikin bencana baru.
Dan satu hal yang juga penting...
Setelah semua ini terungkap, ternyata Julian adalah pendaki pemula. Banyak pendaki dari Indonesia sendiri yang bilang:
“Rinjani itu salah satu gunung tersulit dan paling ekstrem di Asia Tenggara. Bukan tempat buat pendaki pemula.”
Sebagai pendaki, kita punya tanggung jawab pribadi. Bukan cuma soal bawa bekal atau fisik kuat, tapi juga mental siap, pengetahuan cukup, dan respek pada alam.
Kalau kamu pemula, saran dariku: sebelum naik gunung tinggi kayak Rinjani, pelajari dulu kondisi jalurnya, cuacanya, resikonya. Cari tahu apa yang harus disiapkan, apa yang harus dihindari. Jangan nekat cuma karena pengen foto di puncak.
2025-07-05 15:24:39