@riki.andrian90: mencari ikan terdampar di tambak

hobi ngebolang
hobi ngebolang
Open In TikTok:
Region: ID
Sunday 17 August 2025 13:02:51 GMT
963000
17813
325
347

Music

Download

Comments

fatners_39
LIBRA♎ :
dkt daerah ku namnya ikan puyuh, ush menurun populasinya karna di sini bnyak peminatnya aku aja terakhir kali dpt ikan itu, pas tahun 2019
2025-08-22 00:25:49
1
lllllllyyyyyy12
lyyyyy12 :
ikan cetul itu yang kecil2
2025-08-17 13:47:58
70
almondd02
almaaa☆ :
akhirnyaa fyp lagii
2025-08-17 13:19:03
277
mamahegi55
mamah egi :
enak itu bang ikan kecil nya di pepes pke kemangi👍👍
2025-08-18 00:11:13
6
mhrsyaaaa
𝘉𝘢𝘣𝘺𝙎𝙞𝙡𝙫𝙚𝙧𝐊𝟏𝟒_ :
Ga cape bang ikan nya di lepas dah di tangkap lagi?
2025-08-17 19:30:06
17
mygin_
Mayangggg :
emang ikan tank baja enak dimakan?
2025-08-17 14:00:34
4
shanii_1233
zaki😜♥👊 :
itu namanya ikan pantau
2025-08-19 02:22:38
2
tegar.ardin.saput
@FAREL :
🐟: baru aja di lepas
2025-08-17 13:54:16
11
mamasania7
mama nia :
ikut bang,biar gue bantuin nangkepnya 🤭
2025-08-22 02:38:31
0
nings7276
ning's :
d sini mah impu enak d makan
2025-08-19 08:28:13
0
ii.chaaa1
markochaaa :
maaf ya bang ga aku follow karna nanti kalo udah di follow ga fyp lagi ke aku 🙏😭
2025-08-17 14:14:47
7
dilayuhuuu
dhilah :
lama tak fyp kau 😭
2025-08-17 15:10:00
0
bunda.viona05
Ellynda :
teng baja / pupuyu ( kalsel) hrg nya mahal bgt bisa lbh 100k/kg
2025-08-19 01:13:10
0
lusianti887
lusianti :
itu ikan ya nama ya ikan lure
2025-08-17 23:59:19
0
user7946238998
Wi Dodo :
bang itu ikan kecil kecil kalo di daerahku Brebes Jawa Tengah itu namanya wader cere ikan itu enaknya dibikin miring atau kerupuk
2025-08-21 04:22:58
0
rama.sukmadi
kng belesat :
yg kecil"ituh ikan sisik melik enak klo di pasak apa lagi kalo di goreng kering
2025-08-19 02:29:17
0
depin_______parhan
. :
ke 2 atau ke 3
2025-08-17 13:06:54
0
syahhhputra990
OM. :
ga ada lele bang?
2025-08-18 15:26:27
0
user1510541873384
Dewi :
tempatku ikan yg kecil kecil namanya ikan bleteng
2025-08-17 15:36:14
0
seccnana10
˖𓍢ִ໋ 𐙚 nanaww🕷️ :
ikan betok itu di Banjar namanya iwak papuyu
2025-08-17 14:47:51
2
ratttttt_na
anaajaa :
enak ikan betik di sini uda langka
2025-08-18 02:37:25
0
healinggggwithme
MASAKAN ENAK ❤️🔥 :
IKAN PANTAU...itu namnya di tempat saya...enak di bikin peyek .
2025-08-18 03:47:25
0
arga.pratama36
Arga aja :
pertama dapet apa nih
2025-08-17 13:12:45
0
darmawan.bkt7
Darmawan BKT :
d pepes enak pake daun kemangi
2025-08-17 17:01:32
1
ardiaz.aqmar
Ardiaz Aqmar :
ahirnya pertama🥰🥰🥰
2025-08-17 13:06:13
2
To see more videos from user @riki.andrian90, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

POV| Sebagai seorang manusia, punya cita-cita tinggi, harapan akan kehidupan yang lebih baik, menikah dengan laki-laki yang benar-benar kucintai… itu adalah mimpi indah yang aku rawat sejak kecil. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, aku membayangkan hidupku nanti akan penuh warna. Bekerja sesuai passion, menikah dengan sosok yang buat aku jatuh cinta tiap hari, lalu membangun keluarga dengan bahagia. Sayangnya, semua impian itu runtuh dalam semalam. Runtuh bukan karena aku menyerah, tapi karena orang tuaku ‘memilihkan’ sendiri siapa yang akan menjadi masa depanku. Namanya Agam. seorang guru SMA di kota ini. Bukan kota besar, tapi juga bukan kota kecil yang sepi—tempat di mana semua orang hampir saling mengenal, gosip cepat menyebar, dan profesi guru masih dianggap terhormat. agam dikenal baik, tenang, dan rajin. Wajahnya biasa saja, suaranya lembut, dan tatapannya lurus, seolah tak pernah menuntut apa pun. Dia bukan tipe pria yang pernah kubayangkan akan kujadikan pasangan. Tidak flamboyan, tidak ambisius, bahkan terkesan terlalu sederhana. Awalnya aku menolak. Keras. Aku pikir, bagaimana mungkin aku, Prasha, yang punya mimpi setinggi langit, harus menghabiskan hidup dengan laki-laki yang bahkan tidak kucintai? Tapi… entah kenapa, hanya dua pekan setelah pertemuan pertama, hatiku berkata 'coba saja'. Dan sejak hari itu, nama “Agam” mulai menempati ruang yang tidak pernah kusangka akan begitu hangat dalam hidupku. Perrnikahan kami sederhana. Tanpa pesta megah, tanpa gaun putih panjang seperti yang dulu sering kubayangkan. Hanya akad di sebuah aula kecil milik kantor kecamatan, disaksikan keluarga inti dan beberapa tetangga dekat. aku masih ingat betul detik-detik pertama menyandang nama sebagai istrinya. Ada rasa asing, canggung, bahkan takut. Hari-hari pertama tinggal bersama Agam terasa sunyi. Dia tidak banyak bicara, hanya seperlunya. tapi perlahan, aku mulai sadar, sunyi itu bukan berarti dingin. pagi-pagi sekali, sebelum aku sempat bangun, rumah sudah rapi. Lantai disapu, kadang bahkan dipel. kalau aku protes, agam hanya tersenyum tipis dan bilang, “Biar kamu nggak kecapean.” Sepulang mengajar, biasanya menjelang sore, dia akan menjemur atau melipat pakaian yang sudah kering. Tidak pernah sekali pun dia menyerahkan seluruh pekerjaan rumah padaku. Kalau aku sedang mencuci piring, Agam dengan tenang mengelap meja. Kalau aku sibuk menata belanjaan, Agam merapikan kursi. Seolah-olah semua urusan rumah tangga adalah milik kami, bukan tugasku seorang. Uang gajinya pun ditata dengan rapi. Aku tidak pernah melihat amplop gaji utuh, karena setiap lembar sudah punya tujuan. Kebutuhan makan dipisahkan, kebutuhan rumah disimpan, dan yang “kurang jelas”—seperti uang saku dari wali murid dipakai untuk membeli hal-hal kecil yang membuat rumah kami lebih nyaman. Malam hari, setelah semua selesai, kami hanya berbincang sebentar sebelum tidur. Topiknya tidak pernah jauh—sekolah, murid-muridnya, atau sekadar menanyakan hariku. Kadang aku berharap Agam lebih ekspresif, lebih banyak bicara, atau sekadar membuat kejutan kecil seperti dalam cerita-cerita cinta yang kubaca. Tapi dia tetap agam yang sama. Agam yang tenang, pelan, dan sederhana. Aku masih ingat jelas momen pertama kali garis dua itu muncul di test pack. Bukan cuma aku yang terdiam lama di kamar mandi, tapi juga Agam. Wajahnya pucat, tangannya gemetar, tapi matanya berbinar dengan cara yang sulit kugambarkan. Seolah-olah dia baru saja memenangkan sesuatu yang tak pernah dia perjuangkan dengan teriak-teriak. Tapi kebahagiaan itu hanya sebentar. Beberapa minggu setelahnya, tubuhku melemah. Dokter bilang rahimku tidak terlalu kuat, dan sejak saat itu bleeding kecil sering terjadi. Aku harus bedrest. Dilarang kelelahan, dilarang banyak gerak. Rasanya menyakitkan. Bukan hanya karena tubuhku sering kram dan perih, tapi juga karena aku merasa tidak berguna. Aku yang biasanya mandiri, kini hanya bisa berbaring, ditemani rasa takut kehilangan calon anak kami. (comsect+) #heeseung #enhypen #pov #fyp
POV| Sebagai seorang manusia, punya cita-cita tinggi, harapan akan kehidupan yang lebih baik, menikah dengan laki-laki yang benar-benar kucintai… itu adalah mimpi indah yang aku rawat sejak kecil. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, aku membayangkan hidupku nanti akan penuh warna. Bekerja sesuai passion, menikah dengan sosok yang buat aku jatuh cinta tiap hari, lalu membangun keluarga dengan bahagia. Sayangnya, semua impian itu runtuh dalam semalam. Runtuh bukan karena aku menyerah, tapi karena orang tuaku ‘memilihkan’ sendiri siapa yang akan menjadi masa depanku. Namanya Agam. seorang guru SMA di kota ini. Bukan kota besar, tapi juga bukan kota kecil yang sepi—tempat di mana semua orang hampir saling mengenal, gosip cepat menyebar, dan profesi guru masih dianggap terhormat. agam dikenal baik, tenang, dan rajin. Wajahnya biasa saja, suaranya lembut, dan tatapannya lurus, seolah tak pernah menuntut apa pun. Dia bukan tipe pria yang pernah kubayangkan akan kujadikan pasangan. Tidak flamboyan, tidak ambisius, bahkan terkesan terlalu sederhana. Awalnya aku menolak. Keras. Aku pikir, bagaimana mungkin aku, Prasha, yang punya mimpi setinggi langit, harus menghabiskan hidup dengan laki-laki yang bahkan tidak kucintai? Tapi… entah kenapa, hanya dua pekan setelah pertemuan pertama, hatiku berkata 'coba saja'. Dan sejak hari itu, nama “Agam” mulai menempati ruang yang tidak pernah kusangka akan begitu hangat dalam hidupku. Perrnikahan kami sederhana. Tanpa pesta megah, tanpa gaun putih panjang seperti yang dulu sering kubayangkan. Hanya akad di sebuah aula kecil milik kantor kecamatan, disaksikan keluarga inti dan beberapa tetangga dekat. aku masih ingat betul detik-detik pertama menyandang nama sebagai istrinya. Ada rasa asing, canggung, bahkan takut. Hari-hari pertama tinggal bersama Agam terasa sunyi. Dia tidak banyak bicara, hanya seperlunya. tapi perlahan, aku mulai sadar, sunyi itu bukan berarti dingin. pagi-pagi sekali, sebelum aku sempat bangun, rumah sudah rapi. Lantai disapu, kadang bahkan dipel. kalau aku protes, agam hanya tersenyum tipis dan bilang, “Biar kamu nggak kecapean.” Sepulang mengajar, biasanya menjelang sore, dia akan menjemur atau melipat pakaian yang sudah kering. Tidak pernah sekali pun dia menyerahkan seluruh pekerjaan rumah padaku. Kalau aku sedang mencuci piring, Agam dengan tenang mengelap meja. Kalau aku sibuk menata belanjaan, Agam merapikan kursi. Seolah-olah semua urusan rumah tangga adalah milik kami, bukan tugasku seorang. Uang gajinya pun ditata dengan rapi. Aku tidak pernah melihat amplop gaji utuh, karena setiap lembar sudah punya tujuan. Kebutuhan makan dipisahkan, kebutuhan rumah disimpan, dan yang “kurang jelas”—seperti uang saku dari wali murid dipakai untuk membeli hal-hal kecil yang membuat rumah kami lebih nyaman. Malam hari, setelah semua selesai, kami hanya berbincang sebentar sebelum tidur. Topiknya tidak pernah jauh—sekolah, murid-muridnya, atau sekadar menanyakan hariku. Kadang aku berharap Agam lebih ekspresif, lebih banyak bicara, atau sekadar membuat kejutan kecil seperti dalam cerita-cerita cinta yang kubaca. Tapi dia tetap agam yang sama. Agam yang tenang, pelan, dan sederhana. Aku masih ingat jelas momen pertama kali garis dua itu muncul di test pack. Bukan cuma aku yang terdiam lama di kamar mandi, tapi juga Agam. Wajahnya pucat, tangannya gemetar, tapi matanya berbinar dengan cara yang sulit kugambarkan. Seolah-olah dia baru saja memenangkan sesuatu yang tak pernah dia perjuangkan dengan teriak-teriak. Tapi kebahagiaan itu hanya sebentar. Beberapa minggu setelahnya, tubuhku melemah. Dokter bilang rahimku tidak terlalu kuat, dan sejak saat itu bleeding kecil sering terjadi. Aku harus bedrest. Dilarang kelelahan, dilarang banyak gerak. Rasanya menyakitkan. Bukan hanya karena tubuhku sering kram dan perih, tapi juga karena aku merasa tidak berguna. Aku yang biasanya mandiri, kini hanya bisa berbaring, ditemani rasa takut kehilangan calon anak kami. (comsect+) #heeseung #enhypen #pov #fyp

About