@mohamedsalem175: ههههه ليه مافيه روح طياره 🤣🤣🤣

محمد سالم
محمد سالم
Open In TikTok:
Region: SA
Friday 22 August 2025 17:24:13 GMT
150
5
0
2

Music

Download

Comments

There are no more comments for this video.
To see more videos from user @mohamedsalem175, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

(PART 3) 𝗣𝗢𝗩 Satu tahun berlalu sejak malam itu. Setahun kamu bertahan dalam pernikahan yang dingin. Setahun itu pula, kamu mencoba menjadi istri yang baik—meski setiap hari hatimu terasa makin sepi. Kamu pikir, dengan cukup waktu dan kesabaran, semuanya bisa berubah. Tapi yang berubah justru dirimu—menjadi seseorang yang tak lagi sanggup bertahan dalam pernikahan sepihak. Selama itu pula, suamimu tak menunjukkan usaha, tak mencoba untuk memperbaiki apa pun. Lelah. Satu kata itu mewakili keseluruhan hidup pernikahan ini bagimu. ——— Dan pagi ini… kamu tahu, ini waktunya. Kamu tetap menyiapkan sarapan seperti biasa—nasi goreng kimchi dan teh hijau. Kebiasaan kecil yang kamu pelihara, meski hatimu sudah tak utuh. Kamu duduk di seberangnya, memperhatikan ia makan dalam diam. Tak ada tatapan. Tak ada pertanyaan. Setelah ia selesai makan, kamu menggenggam tangan kananmu. Jari-jarimu gemetar pelan saat kamu melepaskan cincin pernikahan dari jari manismu. Kamu meraih tangannya—hangat, tapi asing. Lalu kamu membuka telapak tangannya, dan meletakkan cincin itu di sana. “Aku ingin kita berpisah, Mas,” katamu dengan suara yang nyaris bergetar. “Aku ingin cerai.” Wonwoo terdiam. Matanya terpaku pada cincin itu. Tidak ada reaksi. Tapi kamu tahu dia mendengarnya. Kamu tahu, kalimat itu menampar diamnya. Kamu menarik napas dalam. Lalu tanpa banyak pikir, kamu melangkah maju… dan memeluknya. Pelan, namun erat. Kamu peluk seolah seluruh waktu yang kalian habiskan bersama sedang kamu lepaskan dalam satu pelukan. Dan akhirnya… Tangismu pecah. Di dadanya. Dalam pelukan itu. Isakanmu patah-patah. Tangismu dalam, tertahan terlalu lama, hingga akhirnya tak terbendung. Bahumu bergetar. Napasmu tak karuan. Tapi kamu tak melepaskannya. “Maaf, Mas… aku sudah mencoba bertahan. Tapi aku nggak bisa terus bertahan sendirian…” “Pergi itu berat. Tapi bertahan… jauh lebih menyakitkan.” Wonwoo masih diam. Tapi tangannya menggenggam bajumu erat, seolah tak rela. Pelukannya kuat—seakan lewat itu, ia mencoba menahanmu tanpa perlu berkata-kata. Kamu menahan napas. Tapi belum sempat menjauh, ia akhirnya bersuara—lirih, patah: “Maaf… untuk semua luka yang aku buat.” “Dan maaf juga… aku gak bisa ngertiin kamu selama ini. Sekarang semuanya udah terlambat untuk aku perbaiki.” Kamu hendak mundur, tapi tangannya menyentuh pipimu. Hangat… tapi terasa asing setelah sekian lama. Dan tiba-tiba, tanpa kata lagi—Wonwoo menunduk dan mencium bibirmu. Ciumannya lembut. Ragu. Tapi tulus. Bukan untuk menahanmu, bukan untuk mengubah keputusanmu. Hanya sebagai bentuk terakhir dari perasaan yang terlambat ia sadari. Air matamu jatuh semakin deras dalam ciuman itu. Kamu tidak menolak. Kamu membiarkan dirinya menyentuhmu untuk yang terakhir kalinya. Karena kamu tahu, kamu masih mencintainya. Tapi kamu juga tahu: tidak semua cinta harus dipertahankan. Ciuman itu berakhir perlahan. Ia menatapmu, masih memegang pipimu dengan kedua tangan. “Aku akan mengingat ini, Sayang…” bisiknya, suaranya parau. “Sebagai penyesalan terbesarku… karena telah menyakiti istriku sendiri, dan justru membuatku sadar kehilanganmu begitu menyakitkan. Aku mencintaimu, Sayang… walau sebenarnya sudah terlambat. Sepertinya memang ini jalan terbaik untuk kita, agar tak saling menyakiti lagi. Semoga kamu selalu bahagia, ya, Sayang.” Wonwoo mengecup keningmu sebelum akhirnya benar-benar rela melepaskanmu. Karena keegoisannya, rumah yang kau jadikan harapan untuk bersandar kini hancur tak bersisa. Untuk kedua kalinya, ia kehilangan wanita yang pernah ada di hatinya—yang sempat ia harapkan menjadi bagian dari hidupnya. Perceraian ini terasa begitu berat baginya—seperti badai tanpa hujan yang menghantam tanpa suara. Ujian ini meninggalkan luka yang begitu dalam. Bagaimanapun, ini semua karena egonya—yang membuatnya menyia-nyiakanmu, padahal kamu telah memberikan waktu, kesempatan, dan hatimu. Tapi semua itu tidak ia manfaatkan. Dan hari ini… saat kamu benar-benar pergi, barulah ia sadar. (lanjutannya di komen)  #fyp #foryou #foryoupage #jeonwonwoo #seventeen #pov
(PART 3) 𝗣𝗢𝗩 Satu tahun berlalu sejak malam itu. Setahun kamu bertahan dalam pernikahan yang dingin. Setahun itu pula, kamu mencoba menjadi istri yang baik—meski setiap hari hatimu terasa makin sepi. Kamu pikir, dengan cukup waktu dan kesabaran, semuanya bisa berubah. Tapi yang berubah justru dirimu—menjadi seseorang yang tak lagi sanggup bertahan dalam pernikahan sepihak. Selama itu pula, suamimu tak menunjukkan usaha, tak mencoba untuk memperbaiki apa pun. Lelah. Satu kata itu mewakili keseluruhan hidup pernikahan ini bagimu. ——— Dan pagi ini… kamu tahu, ini waktunya. Kamu tetap menyiapkan sarapan seperti biasa—nasi goreng kimchi dan teh hijau. Kebiasaan kecil yang kamu pelihara, meski hatimu sudah tak utuh. Kamu duduk di seberangnya, memperhatikan ia makan dalam diam. Tak ada tatapan. Tak ada pertanyaan. Setelah ia selesai makan, kamu menggenggam tangan kananmu. Jari-jarimu gemetar pelan saat kamu melepaskan cincin pernikahan dari jari manismu. Kamu meraih tangannya—hangat, tapi asing. Lalu kamu membuka telapak tangannya, dan meletakkan cincin itu di sana. “Aku ingin kita berpisah, Mas,” katamu dengan suara yang nyaris bergetar. “Aku ingin cerai.” Wonwoo terdiam. Matanya terpaku pada cincin itu. Tidak ada reaksi. Tapi kamu tahu dia mendengarnya. Kamu tahu, kalimat itu menampar diamnya. Kamu menarik napas dalam. Lalu tanpa banyak pikir, kamu melangkah maju… dan memeluknya. Pelan, namun erat. Kamu peluk seolah seluruh waktu yang kalian habiskan bersama sedang kamu lepaskan dalam satu pelukan. Dan akhirnya… Tangismu pecah. Di dadanya. Dalam pelukan itu. Isakanmu patah-patah. Tangismu dalam, tertahan terlalu lama, hingga akhirnya tak terbendung. Bahumu bergetar. Napasmu tak karuan. Tapi kamu tak melepaskannya. “Maaf, Mas… aku sudah mencoba bertahan. Tapi aku nggak bisa terus bertahan sendirian…” “Pergi itu berat. Tapi bertahan… jauh lebih menyakitkan.” Wonwoo masih diam. Tapi tangannya menggenggam bajumu erat, seolah tak rela. Pelukannya kuat—seakan lewat itu, ia mencoba menahanmu tanpa perlu berkata-kata. Kamu menahan napas. Tapi belum sempat menjauh, ia akhirnya bersuara—lirih, patah: “Maaf… untuk semua luka yang aku buat.” “Dan maaf juga… aku gak bisa ngertiin kamu selama ini. Sekarang semuanya udah terlambat untuk aku perbaiki.” Kamu hendak mundur, tapi tangannya menyentuh pipimu. Hangat… tapi terasa asing setelah sekian lama. Dan tiba-tiba, tanpa kata lagi—Wonwoo menunduk dan mencium bibirmu. Ciumannya lembut. Ragu. Tapi tulus. Bukan untuk menahanmu, bukan untuk mengubah keputusanmu. Hanya sebagai bentuk terakhir dari perasaan yang terlambat ia sadari. Air matamu jatuh semakin deras dalam ciuman itu. Kamu tidak menolak. Kamu membiarkan dirinya menyentuhmu untuk yang terakhir kalinya. Karena kamu tahu, kamu masih mencintainya. Tapi kamu juga tahu: tidak semua cinta harus dipertahankan. Ciuman itu berakhir perlahan. Ia menatapmu, masih memegang pipimu dengan kedua tangan. “Aku akan mengingat ini, Sayang…” bisiknya, suaranya parau. “Sebagai penyesalan terbesarku… karena telah menyakiti istriku sendiri, dan justru membuatku sadar kehilanganmu begitu menyakitkan. Aku mencintaimu, Sayang… walau sebenarnya sudah terlambat. Sepertinya memang ini jalan terbaik untuk kita, agar tak saling menyakiti lagi. Semoga kamu selalu bahagia, ya, Sayang.” Wonwoo mengecup keningmu sebelum akhirnya benar-benar rela melepaskanmu. Karena keegoisannya, rumah yang kau jadikan harapan untuk bersandar kini hancur tak bersisa. Untuk kedua kalinya, ia kehilangan wanita yang pernah ada di hatinya—yang sempat ia harapkan menjadi bagian dari hidupnya. Perceraian ini terasa begitu berat baginya—seperti badai tanpa hujan yang menghantam tanpa suara. Ujian ini meninggalkan luka yang begitu dalam. Bagaimanapun, ini semua karena egonya—yang membuatnya menyia-nyiakanmu, padahal kamu telah memberikan waktu, kesempatan, dan hatimu. Tapi semua itu tidak ia manfaatkan. Dan hari ini… saat kamu benar-benar pergi, barulah ia sadar. (lanjutannya di komen) #fyp #foryou #foryoupage #jeonwonwoo #seventeen #pov

About