@atheist1366:

Dushman-e-khrafaat
Dushman-e-khrafaat
Open In TikTok:
Region: GB
Tuesday 02 September 2025 20:42:16 GMT
264
8
0
1

Music

Download

Comments

There are no more comments for this video.
To see more videos from user @atheist1366, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Namanya Ryan Helmi.  Seorang dokter. Berpenampilan kalem, sopan, bahkan religius di mata banyak orang.  Tapi sering kali, topeng ketenangan adalah bungkus dari badai yang belum pecah. Letty Sultri, istrinya, bukan perempuan biasa.  Ia mandiri.  Dokter juga.  Cantik, pintar, punya masa depan cerah.  Tapi sayangnya,  hidupnya dipenjara dalam hubungan yang di dalamnya penuh retakan. Helmi posesif.  Ia ingin Letty ada di bawah kendalinya.  Semua gerak-gerik diawasi.  Semua keputusan Letty harus seizinnya.  Dan ketika Letty mulai bersuara, mulai menggugat, mulai bilang “Aku ingin hidupku kembali”, di situlah Helmi berubah dari suami menjadi teroris emosional. Helmi tidak siap kehilangan.  Tapi bukan karena cinta. Ia tidak bisa menerima bahwa Letty bukan miliknya. Dan di sinilah bedanya cinta sejati dengan obsesi: Cinta rela melepaskan. Obsesi ingin mengikat… meski harus dengan darah. Helmi mulai merancang skenario pembunuhan.  Ia membeli pistol secara ilegal.  Ia beli peluru.  Ia minum obat penenang.  Semua dijalankan dengan kepala dingin,  seperti orang yang hendak operasi pasien—bukan membunuh manusia. 9 November 2017. Jakarta Timur. Klinik tempat Letty bekerja. Helmi masuk. Duduk. Diam. Tak ada teriakan. Tak ada emosi.  Hanya kesenyapan yang menyeramkan, sebelum letusan peluru menembus wajah Letty. Enam kali. Letty meninggal di tempat. Ironis.  Di klinik tempat ia biasa menyelamatkan nyawa.  Kali ini, dia tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Setelah itu, Helmi tidak kabur. Ia tidak panik.  Ia hanya keluar ruangan, menyerahkan diri ke polisi, dan bilang: “Saya bunuh istri saya karena dia durhaka.” Bagi orang seperti Helmi, perempuan bukan manusia utuh.  Mereka hanya dianggap “milik”—yang kalau berani lepas, layak dihukum.  Bahkan mati. Ini bukan sekadar kasus kriminal.  Ini cermin gelap dari relasi kuasa. Tentang bagaimana manipulasi bisa dibungkus cinta. Tentang bagaimana wajah tenang bisa menyimpan rencana kematian. Jangan pernah remehkan pasangan yang “nggak bisa kehilangan”.  Kadang yang paling tenang… justru yang paling berbahaya. #jejakdarah sebelum cinta palsu menutup mata… dan menarik pelatuknya.
Namanya Ryan Helmi. Seorang dokter. Berpenampilan kalem, sopan, bahkan religius di mata banyak orang. Tapi sering kali, topeng ketenangan adalah bungkus dari badai yang belum pecah. Letty Sultri, istrinya, bukan perempuan biasa. Ia mandiri. Dokter juga. Cantik, pintar, punya masa depan cerah. Tapi sayangnya, hidupnya dipenjara dalam hubungan yang di dalamnya penuh retakan. Helmi posesif. Ia ingin Letty ada di bawah kendalinya. Semua gerak-gerik diawasi. Semua keputusan Letty harus seizinnya. Dan ketika Letty mulai bersuara, mulai menggugat, mulai bilang “Aku ingin hidupku kembali”, di situlah Helmi berubah dari suami menjadi teroris emosional. Helmi tidak siap kehilangan. Tapi bukan karena cinta. Ia tidak bisa menerima bahwa Letty bukan miliknya. Dan di sinilah bedanya cinta sejati dengan obsesi: Cinta rela melepaskan. Obsesi ingin mengikat… meski harus dengan darah. Helmi mulai merancang skenario pembunuhan. Ia membeli pistol secara ilegal. Ia beli peluru. Ia minum obat penenang. Semua dijalankan dengan kepala dingin, seperti orang yang hendak operasi pasien—bukan membunuh manusia. 9 November 2017. Jakarta Timur. Klinik tempat Letty bekerja. Helmi masuk. Duduk. Diam. Tak ada teriakan. Tak ada emosi. Hanya kesenyapan yang menyeramkan, sebelum letusan peluru menembus wajah Letty. Enam kali. Letty meninggal di tempat. Ironis. Di klinik tempat ia biasa menyelamatkan nyawa. Kali ini, dia tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Setelah itu, Helmi tidak kabur. Ia tidak panik. Ia hanya keluar ruangan, menyerahkan diri ke polisi, dan bilang: “Saya bunuh istri saya karena dia durhaka.” Bagi orang seperti Helmi, perempuan bukan manusia utuh. Mereka hanya dianggap “milik”—yang kalau berani lepas, layak dihukum. Bahkan mati. Ini bukan sekadar kasus kriminal. Ini cermin gelap dari relasi kuasa. Tentang bagaimana manipulasi bisa dibungkus cinta. Tentang bagaimana wajah tenang bisa menyimpan rencana kematian. Jangan pernah remehkan pasangan yang “nggak bisa kehilangan”. Kadang yang paling tenang… justru yang paling berbahaya. #jejakdarah sebelum cinta palsu menutup mata… dan menarik pelatuknya.

About