Sembayang rebutan lasem Ratusan sesaji—buah, kue, makanan, hingga kebutuhan sehari-hari—ditata rapi di altar. Semua dipersembahkan untuk arwah leluhur dan roh-roh yang tidak memiliki keluarga, agar mereka tidak merasa kesepian. Inilah wujud kepedulian, doa, dan penghormatan pada kehidupan setelah kematian. Namun, inti perayaan tidak berhenti di situ. Ketika doa usai, sesaji yang tadi dipersembahkan akan “direbut” oleh warga. Bukan sekadar berebut makanan, melainkan simbol dari berkah yang diturunkan. Siapa yang berhasil mendapatkan, dipercaya membawa rezeki, kesehatan, dan keberuntungan untuk keluarga. Suasana pun penuh riuh tawa, teriakan, dan semangat kebersamaan. Tua, muda, laki-laki, perempuan—semua ikut serta. Tidak ada sekat kaya atau miskin, semua menjadi sama di bawah makna rebutan berkah. Lebih dari sekadar ritual, Sembayang Rebutan Lasem adalah jembatan budaya. Ia lahir dari perpaduan nilai Tionghoa, Jawa, dan kearifan lokal yang sudah berabad-abad menyatu di tanah Lasem. Dari tradisi ini, masyarakat diajarkan arti kebersamaan, berbagi, dan menghormati leluhur sekaligus menjaga harmoni dengan sesama. Maka setiap tahun, Sembayang Rebutan tidak pernah sekadar pesta, melainkan doa yang hidup—doa yang turun dalam wujud makanan, dalam canda tawa, dalam tangan-tangan yang berebut berkah, dan dalam hati yang percaya bahwa rezeki akan selalu datang bagi yang tulus. - @attabikamr