Ada cinta yang lahir bagai api, menyala-nyala dalam dada, namun tak pernah boleh didekati. Semakin ingin disentuh, semakin panas membakar. Semakin ingin digenggam, semakin melukai. Dan di situlah manusia belajar: betapa menyiksa rasanya bertahan, bukan untuk memiliki, tapi justru untuk menjauh dari sesuatu yang paling diinginkan. Betapa pahit rasanya, mencintai seseorang yang wajahnya menjadi doa, namun namanya justru menjadi kutukan di bibir. Menyimpan kerinduan yang setiap malam mengguncang, tapi tak pernah bisa disampaikan. Mengucapkan selamat tinggal dalam hati, bahkan ketika tubuh masih berdekatan. Cinta yang tak bisa dimiliki adalah neraka yang paling sunyi. Ia bukan sekadar perih, tapi cambuk yang memukul batin, mengoyak jiwa, hingga yang tersisa hanyalah serpihan-serpihan luka. Orang bisa tertawa di luar, tampak tegar di hadapan dunia, tapi di dalam dirinya, ada perang yang tak henti-henti. Mungkin begini rasanya mencintai dengan buta: tahu bahwa melangkah hanya akan berujung pada kehancuran, tapi hati tetap ingin berlari. Tahu bahwa meraih hanya akan mencederai banyak jiwa, tapi tangan tetap ingin menggenggam. Dan akhirnya, satu-satunya pilihan hanyalah bertahan untuk tidak memiliki, meski itu artinya membiarkan diri sendiri terluka berkali-kali. Apa gunanya cinta, bila harus ditekan sekuat tenaga agar tidak meluber? Apa gunanya hati, bila hanya dipenuhi jeritan yang tak pernah bisa keluar? Apa gunanya rindu, bila akhirnya hanya menjadi racun yang diminum sendiri? Bertahan untuk tidak memiliki, adalah menyayat diri pelan-pelan. Seperti bunga yang mekar hanya untuk dipetik angin, bukan tangan. Seperti langit yang luas, tapi hanya bisa ditatap, tidak pernah bisa dipeluk. Seperti rumah yang didatangi ribuan kali dalam mimpi, tapi tidak pernah nyata di kehidupan. Dan setiap malam, ada dialog lirih dengan diri sendiri: “Mengapa harus jatuh pada yang tidak bisa dimiliki?” “Mengapa harus berharap pada pintu yang sudah terkunci?” “Mengapa harus berkorban demi rasa yang bahkan tidak pernah diakui?” Namun cinta memang aneh, ia tak mengenal logika. Ia datang tanpa mengetuk, menetap tanpa izin, lalu pergi meninggalkan luka yang panjang. Akhirnya, bertahan untuk tidak memiliki adalah jalan satu-satunya. Meski berarti harus merobek dada sendiri agar orang lain tetap utuh. Meski berarti harus mematahkan sayap sendiri agar orang lain tetap bisa terbang. Meski berarti harus menjadi korban dari cinta yang tak pernah bisa dilanjutkan. Di titik inilah seseorang akan sadar: bahwa tidak semua cinta ditakdirkan untuk bersatu. Ada cinta yang hanya ditakdirkan untuk diuji. Ada cinta yang hanya ditakdirkan untuk disimpan dalam rahasia. Ada cinta yang hanya ditakdirkan untuk membentuk luka— agar jiwa belajar, bahwa tidak semua yang diinginkan boleh dimiliki. Dan di ujung semua penderitaan, hanya doa yang bisa dipanjatkan: “Ya Tuhan, biarkan rasa ini tetap hidup dalam diamku, biarkan aku bertahan dalam luka yang tak pernah dimengerti, karena mungkin di situlah Engkau sedang mengajariku— bahwa cinta sejati bukanlah tentang memiliki, melainkan keberanian untuk tidak mengambil apa yang bukan hakku.” ~ @feripurwo untuk @ruangrasaofficial #feripurwo #theferipurwo #fyp #lovestory #ceritacinta - @theferipurwo