@clipeblog: Mary 3D #maryblog32 #maryblog #fouryoupage #fyppppppppppppppppppppppp #fouryou #fypp #kick #fyp #mary #clips #kickclips #residentevil #ashley #cosplay #cosplayers

clipeblog
clipeblog
Open In TikTok:
Region: PE
Saturday 27 September 2025 22:29:06 GMT
115780
12361
271
570

Music

Download

Comments

alexsis061
Alexsis06 :
De 2D a 3D
2025-09-27 23:47:07
1838
julio.sebastian.m2
Julio Sebastian Martel De la C :
ahora sí parece Colombiana xd
2025-09-28 03:09:50
1765
zzzz44hjudy
SingleMotherHunter :
2025-09-28 00:35:10
664
basho_n2002
Basho_N2002 :
pero es mary
2025-09-28 16:14:49
249
rodrigolipa941
rodrigolipa941 :
yo la ví primero
2025-09-27 22:37:50
438
renzo_gonzalo_chara_tone
Renzo Gonzalo Chara Tone :
doctora polo es usted
2025-09-28 11:47:42
38
maxturbex_33
Max :
ahora sí aunque sea Mary 🗿
2025-09-28 03:51:17
334
elqueseriesolo
Cremita...? ¿ :
Por primera vez la veo en 3 dimensiónes
2025-09-28 16:18:08
41
harukooficial
HarukoOficial :
sigue siendo Mary 😔
2025-09-28 03:13:54
29
joan_byyaco
Jhoan_byYaco :
ya no es Mary es la mary
2025-09-28 04:44:15
108
adalrero4
AdalReRo :
SI O NO MARINO ? AUNQUE SEA MARY 😎
2025-09-28 05:18:55
6
geral__o__0
geral__T^T__ :
ahora no importa que sea Mary.
2025-09-28 03:35:39
188
janesleono
James :
porque Mari tiene 3 cabezas O.o?
2025-09-27 23:10:29
106
lalo.martinez162
Lalo Martinez :
noway
2025-09-28 02:18:06
3
jhonatan.gabriel897
JNav :
y ya no es Mary es MAMAry GGG like si entendiste. GGG
2025-09-30 00:15:41
0
juan.franco716
Juan Franco :
Mary no te había visto bien XD
2025-09-28 01:30:13
103
elput4ku
Put4ku :
Ah caray, Mary premiun 😏
2025-09-28 02:14:01
19
zhane.nico
Zhane nico :
hummm Mary nuevo peinado
2025-09-27 22:37:11
318
elvergalarga20cmmm
ALEXIS :
Sa mary
2025-09-30 02:12:14
0
davidrandom24
DavidRandom :
Dejo de ser Mary
2025-09-28 03:36:21
67
ormenio2000
Martin ormeño 🦍 :
Todo bien pero es Mary...
2025-09-29 21:52:10
2
cazador_de_yharnam
the black reaper :
siempre te vi bien mary
2025-09-27 22:32:11
57
teliontaq
Telion⁵⁶⁷ :
uff pero ahora si no es mary
2025-09-28 03:08:53
3
_jhansi_1
Jhansi J'h :
en otro universo talvezzz
2025-09-28 01:06:32
14
miguelangelmelo40
Miguel Angel Melo :
ahora si podemos decir : hay inquietas hay like 😂
2025-09-28 19:20:39
8
To see more videos from user @clipeblog, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Antara Gizi dan Kapital: Siapa Sebenarnya Diuntungkan Program MBG? #NaufalLawyer - www.NaufalLawyer.com | Muhammad Naufal Taftazani Kritik atas Kebijakan Makanan Bergizi Gratis (MBG) Pemerintah mulai menggulirkan kebijakan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai sekolah dengan membangun dapur umum. Secara teoritis, program ini dapat mendukung gizi anak sekaligus membuka lapangan kerja. Namun, pertanyaan fundamentalnya: apakah kebijakan ini benar-benar mampu mendorong ekonomi rakyat, atau justru hanya menjadi ajang distribusi proyek bagi kelompok pemodal besar dan elite politik? Siapa yang Menguasai Dapur MBG? Pada tataran teknis, penyediaan makanan bergizi dalam skala massal menuntut standar tertentu—mulai dari higienitas, kapasitas produksi, distribusi, hingga pengawasan mutu. Standar tersebut hampir mustahil dipenuhi oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara mandiri. Akibatnya, pengelolaan dapur MBG cenderung jatuh ke tangan pemodal besar dengan infrastruktur mapan. Pemerintah telah menyiapkan anggaran sekitar Rp71 triliun untuk program ini dalam RAPBN 2025, dengan target menjangkau 83 juta penerima pada akhir tahun. Besarnya skala membuat program lebih realistis jika dikelola oleh perusahaan besar ketimbang UMKM, karena UMKM tidak memiliki kapasitas logistik dan standar gizi yang seragam sesuai regulasi. Dampak terhadap UMKM dan Perputaran Ekonomi Lokal Ada dua efek ekonomi yang patut dicermati: Substitusi Konsumsi Jika anak-anak telah memperoleh makan siang gratis di sekolah, otomatis pengeluaran keluarga untuk konsumsi makanan harian berkurang. Konsekuensinya, omzet pedagang kecil seperti warung makan, penjual jajanan sekolah, atau pedagang pasar akan menurun. Di Semarang, misalnya, pengelola kantin sekolah melaporkan omzetnya anjlok lebih dari 50% sejak MBG dijalankan. Artinya, uang yang sebelumnya beredar di banyak tangan kini terkonsentrasi pada operator dapur MBG yang dimiliki segelintir pemodal. Lapangan Kerja yang Timpang Memang benar, dapur MBG bisa menyerap tenaga kerja. Namun sifat pekerjaannya cenderung upah rendah dan tidak mendorong lahirnya kreativitas wirausaha. Model bisnisnya pun berwatak kapitalistik, sehingga keuntungan lebih banyak dinikmati oleh penyedia modal, bukan masyarakat luas. Pola Kebijakan: Mengulang Gagalnya Food Estate Secara konseptual, MBG tampak seperti kelanjutan dari pola state capitalism atau kapitalisme negara, yakni proyek ekonomi berskala besar yang dikomando dari pusat. Pola ini pernah terjadi dalam proyek food estate, yang sebagian besar gagal. Data menunjukkan setidaknya 4–5 proyek food estate dinilai gagal, mayoritas di Kalimantan (Kalteng, Kaltim, Kalbar) dan Merauke. Penyebabnya adalah masalah kesesuaian lahan, infrastruktur yang buruk, hingga konflik sosial. Di Kalimantan Tengah, misalnya, hanya sekitar 1% lahan food estate yang benar-benar cocok untuk budidaya padi. Proyek top-down semacam ini tidak berjalan organik, melainkan dikendalikan lewat komando politik. Akibatnya, manfaat ekonomi tidak sampai ke masyarakat kecil, justru melahirkan masalah baru berupa pemborosan anggaran dan kerusakan lingkungan. Alternatif Kebijakan yang Lebih Berkelanjutan Daripada menghabiskan anggaran besar untuk MBG yang rawan salah sasaran, pemerintah sebaiknya fokus pada kebijakan yang benar-benar memperkuat daya saing masyarakat, antara lain: Pelatihan dan kursus keterampilan gratis guna menumbuhkan kreativitas dan soft skills masyarakat. Akses permodalan murah dan mudah agar UMKM bisa berkembang secara organik. Pendidikan berkualitas  sebagai fondasi jangka panjang pembangunan sumber daya manusia. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menekankan bahwa kekuatan ekonomi suatu bangsa tidak hanya bergantung pada distribusi kebutuhan dasar, melainkan juga pada kemampuan masyarakatnya untuk berinovasi, mengembangkan usaha, dan menguasai ilmu pengetahuan. Dengan demikian, investasi terbesar seharusnya diarahkan pada pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar konsumsi instansi seperti makanan gratis
Antara Gizi dan Kapital: Siapa Sebenarnya Diuntungkan Program MBG? #NaufalLawyer - www.NaufalLawyer.com | Muhammad Naufal Taftazani Kritik atas Kebijakan Makanan Bergizi Gratis (MBG) Pemerintah mulai menggulirkan kebijakan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai sekolah dengan membangun dapur umum. Secara teoritis, program ini dapat mendukung gizi anak sekaligus membuka lapangan kerja. Namun, pertanyaan fundamentalnya: apakah kebijakan ini benar-benar mampu mendorong ekonomi rakyat, atau justru hanya menjadi ajang distribusi proyek bagi kelompok pemodal besar dan elite politik? Siapa yang Menguasai Dapur MBG? Pada tataran teknis, penyediaan makanan bergizi dalam skala massal menuntut standar tertentu—mulai dari higienitas, kapasitas produksi, distribusi, hingga pengawasan mutu. Standar tersebut hampir mustahil dipenuhi oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara mandiri. Akibatnya, pengelolaan dapur MBG cenderung jatuh ke tangan pemodal besar dengan infrastruktur mapan. Pemerintah telah menyiapkan anggaran sekitar Rp71 triliun untuk program ini dalam RAPBN 2025, dengan target menjangkau 83 juta penerima pada akhir tahun. Besarnya skala membuat program lebih realistis jika dikelola oleh perusahaan besar ketimbang UMKM, karena UMKM tidak memiliki kapasitas logistik dan standar gizi yang seragam sesuai regulasi. Dampak terhadap UMKM dan Perputaran Ekonomi Lokal Ada dua efek ekonomi yang patut dicermati: Substitusi Konsumsi Jika anak-anak telah memperoleh makan siang gratis di sekolah, otomatis pengeluaran keluarga untuk konsumsi makanan harian berkurang. Konsekuensinya, omzet pedagang kecil seperti warung makan, penjual jajanan sekolah, atau pedagang pasar akan menurun. Di Semarang, misalnya, pengelola kantin sekolah melaporkan omzetnya anjlok lebih dari 50% sejak MBG dijalankan. Artinya, uang yang sebelumnya beredar di banyak tangan kini terkonsentrasi pada operator dapur MBG yang dimiliki segelintir pemodal. Lapangan Kerja yang Timpang Memang benar, dapur MBG bisa menyerap tenaga kerja. Namun sifat pekerjaannya cenderung upah rendah dan tidak mendorong lahirnya kreativitas wirausaha. Model bisnisnya pun berwatak kapitalistik, sehingga keuntungan lebih banyak dinikmati oleh penyedia modal, bukan masyarakat luas. Pola Kebijakan: Mengulang Gagalnya Food Estate Secara konseptual, MBG tampak seperti kelanjutan dari pola state capitalism atau kapitalisme negara, yakni proyek ekonomi berskala besar yang dikomando dari pusat. Pola ini pernah terjadi dalam proyek food estate, yang sebagian besar gagal. Data menunjukkan setidaknya 4–5 proyek food estate dinilai gagal, mayoritas di Kalimantan (Kalteng, Kaltim, Kalbar) dan Merauke. Penyebabnya adalah masalah kesesuaian lahan, infrastruktur yang buruk, hingga konflik sosial. Di Kalimantan Tengah, misalnya, hanya sekitar 1% lahan food estate yang benar-benar cocok untuk budidaya padi. Proyek top-down semacam ini tidak berjalan organik, melainkan dikendalikan lewat komando politik. Akibatnya, manfaat ekonomi tidak sampai ke masyarakat kecil, justru melahirkan masalah baru berupa pemborosan anggaran dan kerusakan lingkungan. Alternatif Kebijakan yang Lebih Berkelanjutan Daripada menghabiskan anggaran besar untuk MBG yang rawan salah sasaran, pemerintah sebaiknya fokus pada kebijakan yang benar-benar memperkuat daya saing masyarakat, antara lain: Pelatihan dan kursus keterampilan gratis guna menumbuhkan kreativitas dan soft skills masyarakat. Akses permodalan murah dan mudah agar UMKM bisa berkembang secara organik. Pendidikan berkualitas sebagai fondasi jangka panjang pembangunan sumber daya manusia. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menekankan bahwa kekuatan ekonomi suatu bangsa tidak hanya bergantung pada distribusi kebutuhan dasar, melainkan juga pada kemampuan masyarakatnya untuk berinovasi, mengembangkan usaha, dan menguasai ilmu pengetahuan. Dengan demikian, investasi terbesar seharusnya diarahkan pada pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar konsumsi instansi seperti makanan gratis

About