@puu_039:

Kon tym păng zá
Kon tym păng zá
Open In TikTok:
Region: VN
Sunday 19 October 2025 06:26:22 GMT
532384
96433
66
15416

Music

Download

Comments

anhaykhongyeuminh
౨ৎ˚⟡˖ ࣪Thanh thảo⋆>^•.•^<࣪⋆𐙚₊ :
Mình rất thích một câu nói: "Đời này, bạn không cần ...Xem thêm
2025-10-21 14:24:49
29
linhhang_361
Khanh Linh Xuan Dung :
và anh ấy, xứng đáng có được những thứ tốt đẹp nhất trong cuộc đời tôi...
2025-10-20 04:09:59
179
meoyeuu09
m. :
“dọn sạch những điều không tốt ở quá khứ thì mới có chỗ có những điều tốt đẹp đáng yêu sau này.”
2025-10-20 19:49:09
27
kinhofficial
Kính m79 :
Dọn hết sạch luôn hả em
2025-10-22 12:06:06
0
chiplatyen8
Tiểu Yến :
dọn sạch những điều kh tốt ở quá khứ để cho anh 1 vị trí xứng đáng.
2025-10-20 10:18:47
11
huynhduc28.1
huynhduc :
ở trên đời này mình rất thích một câu nói rằng
2025-10-22 17:20:17
1
trb.ngokngek_
tra binh ng :
hihi
2025-10-20 22:44:43
0
zcna007
a :
yaaaa
2025-10-20 11:15:40
0
_nqocz.loawn_
hurt. :
ng mới xứng đáng.
2025-10-20 15:47:56
5
phuownganhhh
chocopiee :
chắc phải dọn hơi lâu vì quá khứ e k tốt
2025-10-21 06:38:03
1
keke47231
keke :
S k để anh ấy dọn cùng cho nhanh
2025-10-20 16:32:05
0
emmauiu.07
em mẩu iu :
..the a😇
2025-10-20 14:31:06
1
17.6.28.11
meo :
Yess
2025-10-22 02:06:57
0
phm.ngc.hng555
2027🇹🇼 :
đau lắm.
2025-10-22 05:17:23
0
buonia056
châm.h :
Hãy coi quá khứ là thứ trải nghiệm, bới biết ta vượt qua được nên cho ta gặp trên đời này, Tương lai là thứ tốt đẹp ta nên có. Bỏ qua thôi
2025-10-22 02:29:18
0
hngannnnhn
chất liệu bạn gái ! :
đúng lunnn✨
2025-10-21 02:01:56
0
tietchan29
thiếu nữ miền tây :
da
2025-10-20 20:50:40
0
chipeoo.056
qc :
buồn qua
2025-10-22 05:39:21
0
an11_07
ngoc :
em xin loi.
2025-10-20 12:04:28
1
ng.bao.trang271
mẩu iu oii~ :
kh xh phí ạ 😭😭😭😭😭🥰
2025-10-19 08:31:01
0
ngann_2406
Bao Ngan 🤓 :
mong là tốt đẹp và đáng iu🤣
2025-10-22 04:00:29
0
ngthkhoaaa
bin :
anh co dang iu ko
2025-10-21 06:42:38
0
anhkiet1256
sùng a kịt :
@bao tran
2025-10-22 02:38:11
0
To see more videos from user @puu_039, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Kasus kematian seorang siswi SMP bernama Ayu Andriani yang ditemukan tewas di kawasan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kuburan Cina, Palembang, menggemparkan publik. Namun, di balik kasus tragis ini, muncul dugaan kuat adanya rekayasa dari aparat kepolisian Polrestabes Palembang. Fakta-fakta terbaru yang terungkap di persidangan semakin memperkuat kecurigaan bahwa kasus ini sarat dengan kejanggalan, intimidasi, dan manipulasi hukum. Kronologi Penculikan dan Intimidasi Berdasarkan keterangan keluarga korban, pada 3 September 2024, tim buser Polrestabes Palembang berpakaian preman diduga menculik empat anak. Satu anak diambil dari sekolah ketika sedang belajar, sementara tiga lainnya ditangkap saat bermain. Anak-anak tersebut kemudian dibawa ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan dipaksa memperagakan adegan pembunuhan. Tidak berhenti di situ, mereka juga mengalami kekerasan fisik dan mental agar mengakui skenario yang telah disusun oleh penyidik. Setelah itu, para anak dibawa ke sebuah pos penjagaan di Jalan Letkol Iskandar, samping Hotel Ibis Palembang. Di lokasi tersebut, intimidasi kembali dilakukan sebelum akhirnya mereka diserahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Palembang. Ironisnya, proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dilakukan tanpa pendampingan orang tua. Pencarian Orang Tua dan Pemaksaan Tanda Tangan Pada hari yang sama, orang tua keempat anak mencari keberadaan mereka. Setelah bertanya ke sejumlah warga dan mendengar kabar dari pihak sekolah, barulah diketahui bahwa anak-anak ditahan polisi. Setibanya di Polrestabes Palembang, orang tua dipaksa menandatangani berkas BAP yang sudah disiapkan oleh penyidik, sebuah praktik yang jelas menyalahi prosedur hukum. Upaya Hukum yang Tertunda Beberapa hari kemudian, tepatnya 5 September 2024, pihak keluarga akhirnya bertemu dengan seorang pengacara sekaligus aktivis yang bersedia mendampingi mereka. Sayangnya, saat itu kasus telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Palembang. Pihak kejaksaan sempat melarang pertemuan antara kuasa hukum, keluarga, dan anak-anak tersebut. Namun, melalui aksi demonstrasi di depan Kejari Palembang, pengacara tersebut akhirnya berhasil memperoleh akses dan ditetapkan secara resmi sebagai kuasa hukum empat anak tersebut Fakta Terungkap di Persidangan Kasus ini semakin mengundang perhatian ketika persidangan mulai digelar. Sejumlah saksi yang awalnya memberikan keterangan memberatkan, akhirnya mencabut kesaksiannya. Mereka mengaku bahwa keterangan sebelumnya diberikan karena adanya intimidasi dan tekanan dari aparat kepolisian. Lebih lanjut, tidak ditemukan bukti kuat seperti sidik jari atau DNA yang menghubungkan keempat anak dengan korban. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa mereka tetap dijadikan tersangka dan bahkan divonis bersalah? Dugaan Suap dan Manipulasi Sidang Laporan dari tim kuasa hukum menyebutkan adanya dugaan praktik suap kepada hakim agar tetap memvonis bersalah. Kejanggalan lainnya adalah fakta bahwa hampir seluruh persidangan berlangsung tertutup, hanya vonis akhir yang diumumkan secara terbuka untuk publik. Hal ini dinilai sebagai upaya membentuk opini seolah-olah keempat anak memang bersalah. TANGGAPAN MASYARAKAT Masyarakat menuntut agar pihak-pihak yang diduga merekayasa kasus segera diusut tuntas. Selain itu, mereka juga meminta agar nama baik dan kondisi psikologis anak-anak yang menjadi korban segera dipulihkan. Kesimpulan Kasus kematian Ayu Andriani yang diduga direkayasa oleh Polrestabes Palembang bukan hanya sekadar tragedi hukum, melainkan cerminan serius lemahnya integritas penegakan hukum di Indonesia. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan jelas menunjukkan adanya rekayasa, intimidasi, dan pelanggaran prosedur. Langkah hukum melalui Komisi Yudisial menjadi pintu harapan untuk membongkar kebenaran dan memberikan keadilan, baik bagi korban maupun keluarga. Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi reformasi kepolisian dan sistem peradilan agar praktik serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus kematian seorang siswi SMP bernama Ayu Andriani yang ditemukan tewas di kawasan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kuburan Cina, Palembang, menggemparkan publik. Namun, di balik kasus tragis ini, muncul dugaan kuat adanya rekayasa dari aparat kepolisian Polrestabes Palembang. Fakta-fakta terbaru yang terungkap di persidangan semakin memperkuat kecurigaan bahwa kasus ini sarat dengan kejanggalan, intimidasi, dan manipulasi hukum. Kronologi Penculikan dan Intimidasi Berdasarkan keterangan keluarga korban, pada 3 September 2024, tim buser Polrestabes Palembang berpakaian preman diduga menculik empat anak. Satu anak diambil dari sekolah ketika sedang belajar, sementara tiga lainnya ditangkap saat bermain. Anak-anak tersebut kemudian dibawa ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan dipaksa memperagakan adegan pembunuhan. Tidak berhenti di situ, mereka juga mengalami kekerasan fisik dan mental agar mengakui skenario yang telah disusun oleh penyidik. Setelah itu, para anak dibawa ke sebuah pos penjagaan di Jalan Letkol Iskandar, samping Hotel Ibis Palembang. Di lokasi tersebut, intimidasi kembali dilakukan sebelum akhirnya mereka diserahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Palembang. Ironisnya, proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dilakukan tanpa pendampingan orang tua. Pencarian Orang Tua dan Pemaksaan Tanda Tangan Pada hari yang sama, orang tua keempat anak mencari keberadaan mereka. Setelah bertanya ke sejumlah warga dan mendengar kabar dari pihak sekolah, barulah diketahui bahwa anak-anak ditahan polisi. Setibanya di Polrestabes Palembang, orang tua dipaksa menandatangani berkas BAP yang sudah disiapkan oleh penyidik, sebuah praktik yang jelas menyalahi prosedur hukum. Upaya Hukum yang Tertunda Beberapa hari kemudian, tepatnya 5 September 2024, pihak keluarga akhirnya bertemu dengan seorang pengacara sekaligus aktivis yang bersedia mendampingi mereka. Sayangnya, saat itu kasus telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Palembang. Pihak kejaksaan sempat melarang pertemuan antara kuasa hukum, keluarga, dan anak-anak tersebut. Namun, melalui aksi demonstrasi di depan Kejari Palembang, pengacara tersebut akhirnya berhasil memperoleh akses dan ditetapkan secara resmi sebagai kuasa hukum empat anak tersebut Fakta Terungkap di Persidangan Kasus ini semakin mengundang perhatian ketika persidangan mulai digelar. Sejumlah saksi yang awalnya memberikan keterangan memberatkan, akhirnya mencabut kesaksiannya. Mereka mengaku bahwa keterangan sebelumnya diberikan karena adanya intimidasi dan tekanan dari aparat kepolisian. Lebih lanjut, tidak ditemukan bukti kuat seperti sidik jari atau DNA yang menghubungkan keempat anak dengan korban. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa mereka tetap dijadikan tersangka dan bahkan divonis bersalah? Dugaan Suap dan Manipulasi Sidang Laporan dari tim kuasa hukum menyebutkan adanya dugaan praktik suap kepada hakim agar tetap memvonis bersalah. Kejanggalan lainnya adalah fakta bahwa hampir seluruh persidangan berlangsung tertutup, hanya vonis akhir yang diumumkan secara terbuka untuk publik. Hal ini dinilai sebagai upaya membentuk opini seolah-olah keempat anak memang bersalah. TANGGAPAN MASYARAKAT Masyarakat menuntut agar pihak-pihak yang diduga merekayasa kasus segera diusut tuntas. Selain itu, mereka juga meminta agar nama baik dan kondisi psikologis anak-anak yang menjadi korban segera dipulihkan. Kesimpulan Kasus kematian Ayu Andriani yang diduga direkayasa oleh Polrestabes Palembang bukan hanya sekadar tragedi hukum, melainkan cerminan serius lemahnya integritas penegakan hukum di Indonesia. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan jelas menunjukkan adanya rekayasa, intimidasi, dan pelanggaran prosedur. Langkah hukum melalui Komisi Yudisial menjadi pintu harapan untuk membongkar kebenaran dan memberikan keadilan, baik bagi korban maupun keluarga. Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi reformasi kepolisian dan sistem peradilan agar praktik serupa tidak terulang di masa depan.

About