@user6813569076835:

حسان
حسان
Open In TikTok:
Region: SA
Friday 09 August 2024 06:32:50 GMT
589809
4712
240
828

Music

Download

Comments

xozi18
𝘼𝙗𝙙𝙪𝙡𝙡𝙖𝙝 :
مافي خوف دونيا 🤣
2024-08-11 02:50:40
9
user6623612181061
باسم 🌹الوصابي :
ترحيل علا طول
2024-08-09 10:37:50
36
hemo.2024
iebrahim 🇸🇦 :
طاحس ابو فسيه 😂
2024-08-09 10:39:38
19
mohmd203020
Abu-Kaled :
كلنا أمن
2024-08-09 07:58:55
19
user95858180
ASD :
هو يبغي يسافر ولا عرف كيف يسافر
2024-08-09 14:17:45
8
ulii
🐆 :
مافي خوف من دونيا 😁
2024-08-09 13:46:24
6
abomashal62
حمد بن فهد العصيمي :
المفروض يطلع للاعلام ويعتذر
2024-08-10 17:29:19
2
qw_errx
• صرقعهۂَ :
شفت المقطع اول مانزل😂😂 وانا قلتها مايطول ويسحبوه😁
2024-08-11 03:49:55
1
a.b.r.h.o.m.f16
قَيَــصٍر آلُـــشُمــآلُ🤍 :
سوال هل باخذ مخاللفه ويترحل ولاكيف
2024-08-10 19:10:12
1
.n9h
h :
مافي خوف من دونيا 🤣🤣🤣🤣
2024-08-11 08:57:13
1
omar09454
. :
يطلع. بواسطه
2024-08-10 16:44:14
0
hsh_15
(ح: العمران :
مقطع وين
2024-08-09 10:39:07
0
.fatom8
- :
وين المقطع
2024-08-09 11:28:26
1
user5523883149159
عبودي شبوة :
وش مشكلة
2024-08-09 10:01:14
0
dy29nunc3q5a
dy29nunc3q5a :
هذا اللي كنت منتظره 😂🤣
2024-08-11 01:08:59
2
noon90.4
Nabelah✨ :
الحمددلله يارب هذا الخبر اللي انتظره ♥️♥️♥️♥️
2024-08-11 05:43:33
1
muhammadalirajah7
ابو امير :
حفظ الله بلاد الامن والامان
2024-08-11 00:11:13
2
yffuffuu
💨💨💨 :
عالحلاق واحلى ضيافه في التخشيبه 😃😃😃
2024-08-10 14:19:20
3
tagrr0
الرجل الأبيض ✏️ :
فالسعوديه لازم نظام ياصديق
2024-08-11 02:50:25
1
user3468360101757
المالكي مشتاق :
مافي خوف صديق
2024-08-10 15:13:01
2
eshg6
eshg6 :
ابي اشوف وجهه
2024-08-09 11:55:37
3
saleh..50
saleh..50 :
جابوه الرجاجيل... كفو... 👍👍👍
2024-08-09 13:47:59
2
user4888178205633
٠٠٠٠٠٠٠٠ :
لازم يتأكدون منه ليكون يتبع جهه اخوانيه
2024-08-09 13:04:36
1
mooode007
حَمود ميوزك🎼' :
اللهم صل وسلم على نبينا محمد
2024-08-11 08:54:54
0
notwaf111
NAWAF|بن حرب :
وطنيه مافي خوف
2024-08-11 08:48:53
0
To see more videos from user @user6813569076835, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

𝘛𝘩𝘦 𝘋𝘦𝘢𝘵𝘩 𝘰𝘧 𝘚𝘢𝘮𝘶𝘳𝘢𝘪 :  𝗥𝗼𝗯𝗼𝗵𝗻𝘆𝗮 𝗦𝗼𝗻𝘆, 𝗣𝗮𝗻𝗮𝘀𝗼𝗻𝗶𝗰, 𝗦𝗵𝗮𝗿𝗽, 𝗧𝗼𝘀𝗵𝗶𝗯𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗦𝗮𝗻𝘆𝗼 Hari-hari ini, langit diatas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang disana. Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih. Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati). Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di Senin ini, kita akan coba menelisiknya. Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol. What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran. Faktor 1 : Harmony Culture Error.  Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo. Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi). Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch. Faktor 2 : Seniority Error.  Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan. Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan. Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman. Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati. Faktor 3 : Old Nation Error.  Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun. Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua. Sumber fb peter f gonta #infoterkini  #news #updates #trending #viral #fyp
𝘛𝘩𝘦 𝘋𝘦𝘢𝘵𝘩 𝘰𝘧 𝘚𝘢𝘮𝘶𝘳𝘢𝘪 : 𝗥𝗼𝗯𝗼𝗵𝗻𝘆𝗮 𝗦𝗼𝗻𝘆, 𝗣𝗮𝗻𝗮𝘀𝗼𝗻𝗶𝗰, 𝗦𝗵𝗮𝗿𝗽, 𝗧𝗼𝘀𝗵𝗶𝗯𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗦𝗮𝗻𝘆𝗼 Hari-hari ini, langit diatas kota Tokyo terasa begitu kelabu. Ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang disana. Industri elektronika mereka yang begitu digdaya 20 tahun silam, pelan-pelan memasuki lorong kegelapan yang terasa begitu perih. Bulan lalu, Sony diikuti Panasonic dan Sharp mengumumkan angka kerugian trilyunan rupiah. Harga-harga saham mereka roboh berkeping-keping. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya lantaran sudah hampir kolaps. Sharp berencana menutup divisi AC dan TV Aquos-nya. Sony dan Panasonic akan mem-PHK ribuan karyawan mereka. Dan Toshiba? Sebentar lagi divisi notebook-nya mungkin akan bangkrut (setelah produk televisi mereka juga mati). Adakah ini pertanda salam sayonara harus dikumandangkan? Mengapa kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang itu? Di Senin ini, kita akan coba menelisiknya. Serbuan Samsung dan LG itu mungkin terasa begitu telak. Di mata orang Jepang, kedua produk Korea itu tampak seperti predator yang telah meremuk-redamkan mereka di mana-mana. Di sisi lain, produk-produk elektronika dari China dan produk domestik dengan harga yang amat murah juga terus menggerus pasar produk Jepang. Lalu, dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tampak seperti robot yang bodoh dan tolol. What went wrong? Kenapa perusahaan-perusahaan top Jepang itu jadi seperti pecundang? Ada tiga faktor penyebab fundamental yang bisa kita petik sebagai pelajaran. Faktor 1 : Harmony Culture Error. Dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci. Speed in decision making. Speed in product development. Speed in product launch. Dan persis di titik vital ini, perusahaan Jepang termehek-mehek lantaran budaya mereka yang mengangungkan harmoni dan konsensus. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan Anda pasti akan melihat kultur kerja yang sangat mementingkan konsensus. Top manajemen Jepang bisa rapat berminggu-minggu sekedar untuk menemukan konsensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan. Dan begitu rapat mereka selesai, Samsung atau LG sudah keluar dengan produk baru, dan para senior manajer Jepang itu hanya bisa melongo. Budaya yang mementingkan konsensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang lamban mengambil keputusan (dan dalam era digital ini artinya tragedi). Budaya yang menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radikal nyaris tidak pernah bisa mekar. Sebab mereka keburu mati : dijadikan tumbal demi menjaga “keindahan budaya harmoni”. Ouch. Faktor 2 : Seniority Error. Dalam era digital, inovasi adalah oksigen. Inovasi adalah nafas yang terus mengalir. Sayangnya, budaya inovasi ini tidak kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan senioritas serta budaya sungkan pada atasan. Sialnya, nyaris semua perusahaan-perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas. Datanglah ke perusahaan Jepang, dan hampir pasti Anda tidak akan menemukan Senior Managers dalam usia 30-an tahun. Never. Istilah Rising Stars dan Young Creative Guy adalah keanehan. Promosi di hampir semua perusahaan Jepang menggunakan metode urut kacang. Yang tua pasti didahulukan, no matter what. Dan ini dia : di perusahaan Jepang, loyalitas pasti akan sampai pensiun. Jadi terus bekerja di satu tempat sampai pensiun adalah kelaziman. Lalu apa artinya semua itu bagi inovasi ? Kematian dini. Ya, dalam budaya senioritas dan loyalitas permanen, benih-benih inovasi akan mudah layu, dan kemudian semaput. Masuk ICU lalu mati. Faktor 3 : Old Nation Error. Faktor terakhir ini mungkin ada kaitannya dengan faktor kedua. Dan juga dengan aspek demografi. Jepang adalah negeri yang menua. Maksudnya, lebih dari separo penduduk Jepang berusia diatas 50 tahun. Implikasinya : mayoritas Senior Manager di beragam perusahaan Jepang masuk dalam kategori itu. Kategori karyawan yang sudah menua. Sumber fb peter f gonta #infoterkini #news #updates #trending #viral #fyp

About