@andhika_fdk: 😩#masukberanda #fyp#stknyell #pshwgrobogan #pshw_tm_1903

GaaAntiiCintaa💔
GaaAntiiCintaa💔
Open In TikTok:
Region: ID
Friday 05 September 2025 02:31:41 GMT
3495
231
7
11

Music

Download

Comments

.jaa038
❤️‍🔥 :
info PO an nee mass
2025-09-05 14:52:25
0
yby38732
pemuda 19⁰³☀️ :
joshw
2025-09-05 05:01:27
1
isalloplop
Paewsally💢 :
Gento we😡😡😡
2025-09-05 11:36:44
0
ktngstecu
تعجب مع الله :
shilat
2025-09-05 12:25:12
0
chboyt_tt
chboyt :
setekaa wee😡
2025-09-05 12:54:43
0
To see more videos from user @andhika_fdk, please go to the Tikwm homepage.

Other Videos

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sering menimbulkan perdebatan publik. Tak terkecuali pemisahan pemilu nasional dan daerah (lokal) sebagaimana putusan MK No.135/PUU-XXII/2024. Mantan Ketua MK, Prof Jimly Asshiddiqie berpandangan putusan pengujian materi UU Pemilu sering membuat ramai perbincangan publik. Hal itu lazim terjadi di negara lainnya seperti Amerika Serikat (AS) terutama di era 1803. Tapi dalam perjalanannya keberadaan MK disebut sebagai terobosan yang baik dan digunakan banyak negara. Di Indonesia setidaknya sudah berjalan 25 tahun sejak reformasi, para politisi baiknya melihat lembaga yang disebut sebagai penjaga konstitusi itu secara arif dan bijaksana. Jika putusan MK dituding ultra petita, justru awal mula konsep ini berkembang dari proses judicial review. Ultra petita tidak boleh dalam perkara administratif termasuk private rights. Berbeda dengan hukum tata negara yang membolehkan ultra petita. “Kalau ada yang bilang MK kok ultra petita, berarti dia tidak mengerti sejarah,” ujarnya dalam diskusi bertema Putusan MK 135, Milestone Baru Pemilu Indonesia? Ada pula pandangan yang menyebut MK membuat Pasal dan norma baru. Menurut mantan anggota DPD  periode 2019-2024 itu, DPR dan MK sama-sama disebut legislator karena ketika ada pasal atau ayat yang dicoret otomatis memunculkan norma baru.  Biasanya norma ini dirumuskan dalam pertimbangan putusan atau ratio decidendi. Tapi agar norma itu lebih jelas MK menyebutnya dalam amar putusan sehingga tegas menyebut frasa yang bertentangan dengan konstitusi dan perubahannya. “Ini otomatis begitu kok malah dibilang MK bikin Pasal baru,” urainya. Perdebatan substansi perkara No.135/PUU-XXII/2024 sudah selesai dalam pemeriksaan persidangan. Penting untuk membangun tradisi menghormati putusan pengadilan karena Indonesia negara hukum, posisinya lebih dari negara demokrasi. “Jadi kita harus hormati apa yang sudah diputus,” imbaunya. #MK #Putusan #Pemilu #trending #fyp
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berkaitan dengan pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sering menimbulkan perdebatan publik. Tak terkecuali pemisahan pemilu nasional dan daerah (lokal) sebagaimana putusan MK No.135/PUU-XXII/2024. Mantan Ketua MK, Prof Jimly Asshiddiqie berpandangan putusan pengujian materi UU Pemilu sering membuat ramai perbincangan publik. Hal itu lazim terjadi di negara lainnya seperti Amerika Serikat (AS) terutama di era 1803. Tapi dalam perjalanannya keberadaan MK disebut sebagai terobosan yang baik dan digunakan banyak negara. Di Indonesia setidaknya sudah berjalan 25 tahun sejak reformasi, para politisi baiknya melihat lembaga yang disebut sebagai penjaga konstitusi itu secara arif dan bijaksana. Jika putusan MK dituding ultra petita, justru awal mula konsep ini berkembang dari proses judicial review. Ultra petita tidak boleh dalam perkara administratif termasuk private rights. Berbeda dengan hukum tata negara yang membolehkan ultra petita. “Kalau ada yang bilang MK kok ultra petita, berarti dia tidak mengerti sejarah,” ujarnya dalam diskusi bertema Putusan MK 135, Milestone Baru Pemilu Indonesia? Ada pula pandangan yang menyebut MK membuat Pasal dan norma baru. Menurut mantan anggota DPD  periode 2019-2024 itu, DPR dan MK sama-sama disebut legislator karena ketika ada pasal atau ayat yang dicoret otomatis memunculkan norma baru. Biasanya norma ini dirumuskan dalam pertimbangan putusan atau ratio decidendi. Tapi agar norma itu lebih jelas MK menyebutnya dalam amar putusan sehingga tegas menyebut frasa yang bertentangan dengan konstitusi dan perubahannya. “Ini otomatis begitu kok malah dibilang MK bikin Pasal baru,” urainya. Perdebatan substansi perkara No.135/PUU-XXII/2024 sudah selesai dalam pemeriksaan persidangan. Penting untuk membangun tradisi menghormati putusan pengadilan karena Indonesia negara hukum, posisinya lebih dari negara demokrasi. “Jadi kita harus hormati apa yang sudah diputus,” imbaunya. #MK #Putusan #Pemilu #trending #fyp

About